Ayat-Ayat Menarik pada Surah Al-A'raf

Ayat-Ayat Menarik pada Surah Al-A'raf

Al-A'raf (Tempat Tertinggi, Surah ke-7) adalah surah makiyyah yang terdiri dari 206 ayat. Namun ada ayat-ayat khusus yang merupakan ayat madaniyyah. Ayat khusus itu adalah ayat 163-170.

Daftar Isi:

  1. Kisah Iblis Menolak Sujud Kepada Adam
  2. Memakai Pakaian Bagus untuk ke Masjid
  3. Allah tidak Menyukai Sesuatu yang Berlebihan
  4. Allah tidak Menyukai Orang-orang yang Melampaui Batas
  5. Allah tidak Mengharamkan Perhiasan dan Rezeki (yang Baik)
  6. Allah Menciptakan Langit dan Bumi dalam Enam Hari
  7. Allah Meminta Hambanya Berdoa Kepada-Nya dengan Penuh Harapan
  8. Allah Meminta Hambanya Berdoa dengan Merendahkan Diri
  9. Allah Maha Pengampun
  10. Jadilah Pemaaf
  11. Kisah Nabi:
    a. Nabi Adam
    b. Nabi Nuh
    c. Nabi Hud
    d. Nabi Saleh
    e. Nabi Luth
    f. Nabi Syu'aib
    g. Nabi Musa
  12. Ayat Menarik lainnya


Kisah Iblis Menolak Sujud Kepada Adam (Al-A'raf (7) ayat: 11-18)

"Allah berfirman, 'Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?' Iblis menjawab, 'Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.'" (Al-A'raf (7) ayat: 12)

Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih baik daripada Adam. Sifat sombong itu: merasa lebih baik, lebih mulia, lebih cerdas, adalah sifat yang tak disukai Allah. Iblis memandang kepada unsur asalnya. Abai dalam melihat pada kemuliaan dan keagungan Allah karena Adam diciptakan oleh tangan-Nya.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari al-Hasan, dia berkata bahwa iblis melakukan perbandingan dan dialah orang yang pertama kali melakukan perbandingan. Sanad riwayat ini sahih. Ibnu Jarir pun meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dia berkata bahwa sesungguhnya orang yang pertama kali melakukan analogi ialah iblis.⁰

⁰Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 244.


Memakai Pakaian Bagus untuk ke Masjid

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'raf (7) ayat: 31)

Turunnya ayat ini karena fenomena kaum musyrikin yang melakukan tawaf di Baitullah dengan telanjang dan dengan kesadaran (sengaja). Berdasarkan ayat di atas, disunahkan untuk memperindah diri setiap kali melakukan sholat, terutama ketika sholat Jum'at dan sholat Idul Fitri. Bisa dengan bersiwak dan memakai parfum guna mematut diri. Pakaian yang paling baik adalah berwarna putih sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ahmad dari Ibnu Abas:¹

Rasulullah saw bersabda:

"Kenakanlah bajumu yang berwarna putih karena ia merupakan pakaianmu yang paling baik dan kafanilah mayatmu dengan kain putih. Dan sebaik-baiknya celak ialah batu itsmid karena ia dapat mencerahkan pandangan dan melebatkan bulu."

¹Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 251-252.

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah.


Allah tidak Menyukai Sesuatu yang Berlebihan

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf (7) ayat: 31)

Orang-orang yang bertawah sambil telanjang di Baitullah (tadi) mengharamkan lemak selama musim haji. As-Sadi berkata, firman Allah: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." berarti "Sesungguhnya. Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas," yang telah ditetapkan Allah berupa haram dan halal, yaitu tidak menyukai orang yang melampaui perkara yang telah dihalalkan dengan menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Namun, Allah suka kepada yang menghalalkan perkara yang telah dihalalkan dan mengharamkan perkara yang diharamkan. Itulah keadilan yang diperintahkan Allah.²

²Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 252-253.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Rasullah saw bersabda:

"Makanlah, minumlah, dan bersedekahlah tanpa kesombongan dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah ingin melihat nikmat yang telah dianugerahkan kepada hamba-Nya." (HR Nasa'i dan Ibnu Majah)

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa al-Mikdam bin Madi Kariba al-Kindi, berkata:

"Tiada tempat paling buruk, selain perut yang diisi oleh manusia. Cukuplah bagi manusia beberapa suapan sekadar untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika dia mengisi perutnya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk bernapas." (HR Nasa'i dan Tirmidzi)

Dari ayat dan beberapa hadits di atas menjelaskan bahwa Allah memperingatkan manusia untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan kapasitasnya.


Allah tidak Menyukai Orang-Orang yang Melampaui Batas dan Merendahlah Kepada-Nya

"Berdoalah kepada Tuhan-mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al-A'raf (7) ayat: 55)

Allah berfirman, "Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut," yaitu dengan menghinakan diri, tenang, suara yang lembut, dan hati yang khusyu. Penggalan ini seperti firman Allah Ta'ala, "Dan sebutlah Tuhanmu di dalam dirimu."

Ibnu Jarir berkata, "Dengan merendahkan diri," berarti menghinakan diri dan merasa tenteram dalam menaati-Nya. "Dan dengan suara lembut," berarti dengan hati yang khusyu, keyakinan yang benar akan keesaan dan ketuhanan Allah dalam hubungan antara kamu dan Dia.

Firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Ibnu Abbas berkata bahwa melampaui batas yang tidak disukai itu baik dalam berdoa maupun yang lainnya. Ahmad menceritakan tentang budak Sa'ad. Sa'ad berkata bahwa sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya akan ada suatu kaum yang melampaui batas dalam berdoa."³

³Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 266.


Allah tidak Mengharamkan Perhiasan dan Rezeki (yang Baik)

"Katakanlah, 'Siapa-kah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?' Katakanlah, 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Al-A'raf (7) ayat: 32)

Allah membantah kaum musyrikin dengan firman-Nya, "Katakanlah," hai Muhammad kepada kaum musyrikin yang mengharamkan perkara yang mereka haramkan berdasarkan pandangannya yang salah dan kreasinya, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya," yaitu perhiasan itu diciptakan untuk orang yang beriman kepada Allah dan bagi hamba-Nya dalam kehidupan dunia. Walaupun perhiasan itu dinikmati oleh mereka bersama dengan kaum kafir dalam kehidupan dunia.⁴

⁴Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 253.


Allah Menciptakan Langit dan Bumi dalam Enam Hari

"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (Al-A'raf (7) ayat: 54)

Allah menciptakan alam semesta (alam samawi dan ardhi) dalam enam hari. Enam hari itu ialah Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jum'at. Pada hari itulah, semua makhluk diciptakan dan pada hari itulah Allah menciptakan Adam. Pada hari sabtu tidak terjadi penciptaan karena ia merupakan hari ketujuh. Maka Sabtu disebut sabat, karena sabar berarti putus.⁵

⁵Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 264-265


Allah Meminta Hambanya Berdoa Kepada-Nya dengan Penuh Harapan (Termasuk Berharap Surga)

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al-A'raf (7) ayat: 56)

Allah Ta'ala berfirman, "Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap," yaitu takut terhadap bencana siksa yang ada di sisi-Nya dan penuh harap akan mendapat pahala yang banyak yang ada di sisi-Nya.

Menurut Muhammad Nasib ar-Rifa'i, dalam masyarakat Islam kita masih tetap ada orang yang mengulang-ulang ungkapan yang katanya berasal dari Ali r.a. padahal Ali tidak memiliki ungkapan seperti itu dan terbebas dari orang yang mengungkapkannya. Ungkapan itu ialah, "Tuhanku, tidaklah aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu dan bukan karena menginginkan surga-Mu, namun aku menyembah-Mu karena Engkau adalah Tuhan yang berhak disembah." Apakah logis jika orang semacam Ali yang diridai oleh Allah dan dia rida kepada-Nya mengucapkan ungkapan seperti itu? Allah Ta'ala berfirman, "Dan berdoalah kamu kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap." Sangatlah tidak mungkin jika Ali memiliki ungkapan seperti itu yang direkayasa oleh orang-orang yang melahap hati Islam karena marah dan benci kepada Islam dan kaum Muslimin; kemudian mereka menyelundupkan ungkapan seperti itu kepada kaum Muslimin dan menisbatkannya kepada orang-orang yang bersih, seperti Ali, sehingga ungkapan itu pun disantap oleh kaum Muslimin awam dan oleh sebagian kaum cendekianya lantaran percaya bahwa ungkapan itu dari Ali, padahal dia terbebas daripadanya. Namun, Allah menakdirkan bagi kaum Muslimin ketersingkapan para musuh Islam dan keruntuhan kekuasaan mereka. Kepunyaan Allah-lah segala puja dan karunia. Ungkapan di atas pun dikaitkan kepada Rabi'ah al-adawiyah. Namun, kami memandang hal itu pun mustahil berasal dari dia karena tidak ada seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir yang mengucapkan ungkapan seperti itu.

Kemudian, Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya, rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik," yaitu sesungguhnya rahmat Allah dilimpahkan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan yang mengikuti berbagai perintah-Nya dan meninggalkan berbagai larangan-Nya.⁶

⁶Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 267.


Allah Meminta Hambanya Berdoa dengan Merendahkan Diri, Rasa Takut, dan Tanpa Mengeraskan Suara

"Dan sebutlah Tuhanmu di dalam dirimu dengan merendahkan diri, rasa takut, dan tanpa mengeraskan suara pada waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (Al-A'raf (7) ayat: 206)

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, "Apakah Tuhan kami itu dekat, lalu kami bermunajat kepada-Nya; ataukah Dia jauh, lalu kami akan menyerunya." Maka, Allah Ta'ala menurunkan ayat, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku memenuhi permohonan orang yang memohon, jika dia memohon kepada-Ku."

Dalam Shahihain diriwayatkan bahwa Abu Musa al-Asy'ari r.a. berkata, "Orang-orang mengeraskan suaranya dalam berdoa pada suatu perjalanan. Maka, Nabi saw bersabda kepada mereka, 'Wahai manusia, kasihanilah dirimu. Sesungguhnya, kamu tidak memohon kepada yang tuli dan gaib. Yang kamu seru itu Maha Mendengar lagi sangat dekat. Dia lebih dekat kepada salah seorang di antara kamu daripada dekatnya kamu kepada leher hewan kendaraanmu." (HR Bukhari dan Muslim)⁷

⁷Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 340.


Allah Maha Pengampun

"Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya, Tuhan kamu sesudah itu, yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-A'raf (7) ayat: 153)

Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya dan menunjukkan mereka bahwasanya tobat hamba itu dari dosa apa pun yang dilakukannya akan diterima, termasuk dari dosa kekafiran, kemusyrikan, dan kemunafikan. Oleh karena itu, Allah menutup kisah ini dengan firman-Nya, "Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan beriman;"⁸

⁸Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 305.


Jadilah Pemaaf dan Berlindunglah Kepada Allah

"Jadilah engkau pemaaf dan menyuruh mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." (Al-A'raf (7) ayat: 199)

"Dan jika kamu ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-A'raf (7) ayat: 200)

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Yunus menceritakan kepada kami, Sufyan, yaitu Ibnu Uyainah, menceritakan kepada kami dari Ubai, dia berkata, "Tatkala Allah menurunkan ayat, 'Jadilah engkau pemaaf dan menyuruh mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh, kepada Rasulullah saw, maka beliau bertanya, 'Hai Jibril, apa maksudnya?' Jibril berkata, 'Hendaklah kamu memaafkan orang yang menzalimimu, memberi kepada orang yang tidak pernah memberi kepadamu, dan menghubungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu." Hadits ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Mardawih dari Jabir dan Qais bin Sa'ad bin Ubadah secara marfu'.⁹

⁹Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 335.


Kisah Nabi:

a. Kisah Nabi Adam Memakan Buah Karena Bujuk Rayu Iblis. (Al-A'raf (7) ayat: 19-25)


b. Nabi Nuh (Al-A'raf (7) ayat: 59-64)

Jarak antara nabi Adam dan nabi Nuh adalah sepuluh abad. Nabi yang ada pada masa itu semuanya memegang Islam.

Asal mula terjadinya penyembahan terhadap berhala ialah adanya orang-orang saleh yang meninggal. Kaumnya mendirikan masjid untuk mengenang mereka. Mereka pun membuat gambar-gambar mereka di masjid itu guna mengenang perilaku dan peribadahannya, lalu mereka mengidentikkan diri dengan orang saleh tersebut. Setelah waktu berlalu cukup lama, maka mereka mengalihkan gambar-gambar itu ke dalam sosok tubuh. Dan setelah waktu berlalu lama, maka manusia pun menyembah sosok-sosok tubuh tersebut sebagai berhala yang dinamai dengan nama-nama orang saleh tadi, yaitu Wudda, Suwa'a, Yaghuts, Ua'uq, dan Nasra. Setelah kondisinya demikian parah, maka Allah mengutus rasul-Nya, Nuh. Dia menyuruh mereka menyembah Allah yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.¹⁰

¹⁰Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 269.


1) Nabi Nuh, Bahtera, dan Banjir

"Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)." (Al-A'raf (7) ayat: 64)

Ibnu Wahhab meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa jumlah orang yang selamat dalam bahtera Nuh sebanyak 80 orang.¹¹

¹¹Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 270.


c. Nabi Hud (Al-A'raf (7) ayat: 65-72)

Kaum 'Ad

Tempat tinggal kaum 'Ad berada di bukit-bukit pasir, daerah Yaman. Muhammad bin Ishak meriwayatkan dari Abi Thufail Amir bin Wailah, dia berkata bahwa aku mendengar Ali berkata kepada seseorang dari Hadramaut, "Apakah kamu pernah melihat pasir merah yang dikelilingi batu-batu besar dan pasir itu ditumbuhi oleh pohon-pohon arak dan bidara, yang terletak di dekat anu dan anu di wilayah Hadramaut, apakah kamu pernah melihatnya?" Orang itu menjawab, "Benar, wahai Amirul Mukminin. Demi Allah, sesungguhnya, engkau menyifatinya laksana orang yang pernah melihatnya." Ali berkata, "Aku belum pernah melihatnya, tetapi aku pernah mendengar ceritanya." Orang Hadramaut itu bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, bagaimana persoalannya?" Ali menjawab, "Di dalamnya, terdapat kuburan Hud." Keterangan ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Keterangan ini menunjukkan bahwa tempat tinggal kaum 'Ad ialah di Yaman, karena Hud dimakamkan di sana.¹²

¹²Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 271.


d. Nabi Saleh (Al-A'raf (7) ayat: 73-79)

Kaum Tsamud

Kaum Tsamud adalah keturunan Tsamud bin Atsir bin Iram bin Sam bin Nuh. Tsamud adalah saudara Judas bin Atsir, demikian pula dengan kabilah Tasim. Masing-masing dari mereka hidup sebagai bangsa Arab Aribah sebelum nabi Ibrahim. Kaum Tsamud lahir setelah kaum 'Ad. Tempat tinggal mereka dikenal di daerah antara Hijaj dan Syria yang membentang hingga Wadi al-Qari dan sekitarnya. Rasulullah saw pernah lewat pada bekas rumah dan tempat tinggal mereka tatkala beliau menuju Tabuk pada tahun ke-9 Hijrah.¹³

¹³Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 275.


e. Nabi Luth (Al-A'raf (7) ayat: 80-84)

Kaum Sodom

Dia adalah Luth bin Haran bin Azar, yaitu ayahnya Ibrahim. Luth telah beriman bersama Ibrahim. Dia ikut Ibrahim berpindah ke Syria. Allah mengutus Luth kepada penduduk Sadum (Sodom) dan negeri-negeri sekitarnya. Dia menyeru mereka kepada agama Allah, menyuruh mereka memerintahkan kepada kemakrufan dan melarang dari kemungkaran yang mereka lakukan berupa aneka perbuatan haram dan fahisyah yang mereka ciptakan dan belum pernah ada seorang manusia pun yang melakukannya. Fahisyah ialah menggauli laki-laki, bukan wanita.¹⁴

¹⁴Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 278-279.


f. Nabi Syu'aib (Al-A'raf (7) ayat: 85-102)

Penduduk Madyan

"Madyan," digunakan untuk nama kabilah dan kota yang dekat dengan Ma'an dari jalan yang menuju Hijaz.¹⁵

¹⁵Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 281.


g. Nabi Musa (Al-A'raf (7) ayat: 103-171)

1) Firaun, Raja Mesir dan Bani Israil

Nabi Musa meminta kepada Firaun untuk melepaskan Bani Israil. Sebab mereka merupakan keturunan nabi yang mulia, yaitu Isra'il alias Yaqub bin Ishak bin Ibrahim.¹⁶

¹⁶Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 288.

"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan supaya mereka mengambil pelajaran." (Al-A'raf (7) ayat: 130)

"Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata, 'Ini adalah karena (usaha) kami'. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka melemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui" (Al-A'raf (7) ayat: 131)


2) Musa dan Harun Pasca Bani Israil Sesat

"Setelah Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati, berkatalah dia, 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan setelah kepergianku. Apakah kamu hendak menyegerakan perkara Tuhanmu?' Dia menjatuhkan lauh-lauh dan memegang kepala saudaranya sambil menarik ke arahnya. Dia berkata, 'Hai anak ibuku, sesungguhnya, kaum itu telah menganggapku lemah dan mereka nyaris membunuhku. Maka, janganlah kamu menjadikan musuh gembira karena melihatku dan janganlah kamu menjadikanku bersama orang-orang yang zalim.'" (Al-A'raf (7) ayat: 150)

"Dia berdoa, 'Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku serta masukkanlah kami ke dalam rahmat-Mu, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.'" (Al-A'raf (7) ayat: 151)

Musa memegang kepala saudaranya sambil menarik ke arahnya karena khawatir bahwa saudaranya ini berbuat lalai dalam melarang mereka, sebagaimana dikatakan dalam ayat lain,

"Musa berkata, 'Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?' Harun menjawab, 'Hai anak ibuku, janganlah kamu memegang janggutku dan jangan pula kepalaku; sesungguhnya, aku khawatir bahwa kamu akan berkata, 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku.''" (Thaha (20) ayat: 92-94)

Sedangkan dalam ayat ini Harun berkata, "Hai anak ibuku, sesungguhnya, kaum itu telah menganggapku lemah dan mereka nyaris membunuhku. Maka, janganlah kamu menjadikan musuh gembira karena melihatku dan janganlah kamu menjadikanku bersama orang-orang yang zalim," yaitu janganlah kamu menggiringku ke arah mereka dan jangan pula menggabungkanku dengan mereka.

Setelah jelas bagi Musa kebebasan Harun dari kesalahan, "Dia berdoa, 'Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku serta masukkanlah kami ke dalam rahmat-Mu, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.'"¹⁷

¹⁷Muhammad Nasib ar-Rifa'i, "Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 2", Jakarta: Gema Insani, 2012, hlm. 303-304.


Ayat Menarik lainnya:

Sebagian Kamu (Manusia) Menjadi Musuh bagi Sebagian yang lain

"Allah berfirman, 'Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.'" (Al-A'raf (7) ayat: 24)


Menjalankan Keadilan dan Ikhlas dalam Beribadah

"Katakanlah, 'Tuhan-ku menyuruh menjalankan keadilan.' Dan (katakanlah), 'Luruskanlah muka (diri)mu di setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya.'" (Al-A'raf (7) ayat: 29)


Orang-Orang Bertakwa

"Sesungguhnya, apabila orang-orang yang bertakwa ditimpa oleh kehendak untuk berbuat dosa dari setan, maka mereka pun ingat Allah dan tiba-tiba mereka menjadi orang yang melihat kesalahan-kesalahannya." (Al-A'raf (7) ayat: 201)


Diam saat Al-Qur'an Dibacakan

"Dan apabila Al-Qur'an dibacakan, maka simaklah ia dan diamlah. Mudah-mudahan kamu diberi rahmat." (Al-A'raf (7) ayat: 204)


Penyebutan Neraka (Jahanam)

"Dan sesungguhnya, Kami telah menciptakan untuk Jahanam sebagian besar jin dan manusia. Mereka memiliki hati yang tidak mereka gunakan untuk memahami, memiliki mata yang tidak mereka gunakan untuk melihat, dan memiliki telinga yang tidak mereka gunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat. Mereka itu adalah orang-orang yang lalai." (Al-A'raf (7) ayat: 179)


Mengetahui:

"Katakanlah, 'Siapa-kah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?' Katakanlah, 'Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.' Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (Al-A'raf (7) ayat: 32)


Agar Mereka Berpikir:

"Dan jika Kami menghendaki, sesungguhnya, Kami tinggikan dia dengannya, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya. Maka, perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, maka diulurkannya lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, maka ia mengulurkan lidahnya pula. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (Al-A'raf (7) ayat: 176)