Mencintaimu Dengan Caraku

Tidak ada komentar

Mencintaimu Dengan Caraku

Asap mengepul melewatinya. Bau keringat mulai menusuk hidung. Pertanda bocah-bocah SMP mulai datang. Bilik tenang yang ia idamkan pupus sudah. Ia keluar, ia bayar tagihan billing, kemudian mencari warnet lain. Ia berkeliling dengan motornya. Berjalan pelan sambil menengok kanan-kiri, berusaha mencari tempat lain yang dirasa nyaman dan menenangkan.

Lima belas menit kemudian ia temukan surganya. Sebuah surga dengan bilik yang sangat nyaman. Tempat bersandarnya empuk. Mejanya sesuai dengan teori ergonomis. Tidak dapat menciderai mata, tangan, dan kaki. Ruangannya juga sejuk karena sirkulasi angin yang sempurna. Ditambah ada sebuah gambar rokok yang disilang. Benar-benar surga yang diharapkannya.

Tujuannya di sini bukan untuk bermain game online atau menjadi stalker seseorang di media sosial. Dia justru bermain gitar di dalam bilik dan berhasil membuat orang-orang yang berada di sekitar biliknya terkesima. Namanya adalah Ujang. Seorang vokalis sekaligus gitaris. Ia memiliki suara merdu. Ia suka mengcover lagu di dalam bilik warnet. Ia merekamnya dan kemudian mengunggahnya ke Youtube. Uang dari iklan hanyalah sebuah keberkahan baginya. Karena menurutnya, musik adalah passion-nya. Musik adalah hatinya. Jika musik yang ia mainkan sedih, maka apa yang ia sedang rasakan saat itu adalah kesedihan. Begitu pula sebaliknya. Jika bahagia yang sedang ia rasakan, maka ia akan mainkan musik yang bersemangat. Ia bermain musik hanya untuk mengekspresikan suasana hatinya.

Ia berhenti memainkan gitarnya karena mendengar suara berisik motor tua yang sedang berhenti di depan warnet. Ujang mengenali suara motor itu. Terdengar suara pintu terbuka. Penjaga perempuan memberi sapa. Orang itu membalasnya. Penjaga perempuan menunjukkan angka bilik mana saja yang kosong. Namun orang itu justru menolaknya dengan mengangkat tangan, dengan jari terbuka, yang diarahkan ke wajah penjaga. Tanpa bicara apapun, orang itu langsung menuju ke sekitar bilik.

“Tap tap tap.” Langkah kaki orang itu mulai terasa dekat.

“Tap Tap TAP.” Semakin keras terdengar.

“TAP TAP TAP.”

“WOY!”

Ujang memasang wajah datar. Ia tahu orang itu adalah Tovan, sahabatnya sejak SMA. Ia juga sadar bahwa Tovan sedang mencari dirinya.

“Yaelah, dicariin kemana-mana juga. Itu hape dijual aja dah!”

“Ternyata romantisme kita masih ada ya. Buktinya batin kita selalu bertukar kabar dimana kita berada.”

“Bukan batin kita, motor gue aja yang peka sama motor lu. Untung matanya jeli.”

“Hahaha,” tawa datar Ujang.

Tovan adalah editor video Ujang. Ia menyukai hal-hal seperti komputer dan mengambil kuliah jurusan itu. Dia lah yang merekomendasikan Ujang agar merekam cover lagu yang ia mainkan di bilik warnet atau saat ia sedang tampil di sebuah kafe, dan mengunggahnya ke Youtube. Ibaratnya Tovan ini sudah seperti manajer Ujang. Ia juga yang selalu mengkritik Ujang dengan gaya sok taunya tentang musik. Tetapi Ujang menyukai komentarnya. Baginya, Tovan itu merepresentasikan pendengarnya yang ada di Youtube maupun yang ada di kafe. Ujang merasa banyak para pendengarnya yang tidak mengetahui tentang teori musik. Itulah mengapa ia membutuhkan amatiran seperti Tovan agar ia dapat memainkan musik dengan hatinya bukan dengan tekniknya.

“Jang, lu cover lagu yang model-model happy gini agak sedikit yang nonton. Cobalah mainin lagu sedih, kayak lu dulu, habis lulus sma, habis putus sama Nindy.”

“Sorry, enggak lagi sedih. Enggak kayak lu nyet.”

“Yaelah, emang harus banget main pakai hati. Tapi harus diakui, lagu yang lu cover dulu emang lebih bagus daripada penyanyi aslinya. Kek coveran yang master piece gitu. Apa perlu gue cariin cewek buat bikin lu sakit hati, hahaha!”

“Dih. Nyari buat diri sendiri aja kagak bisa. Sok-sokan nyariin buat orang lain. Sadar diri nyet.”

***

Matahari menembakkan cahayanya melalui celah-celah ventilasi, yang mengarah ke cermin, dan memantulkannya ke arah kasur. Ujang yang masih lelah, merasa terganggu akan cahaya itu. Sinarnya menyilaukan. Ia tutupi wajahnya dengan bantal. Ia merasa badmood. Sangat-sangat badmood. Untuk pertama kalinyasetelah sekian lama—ia merasa hatinya benar-benar kacau, hancur, rusak, dan sangat-sangat tidak nyaman. Ketidaknyamanan hatinya itu menganggunya. Membuatnya tidak mau beranjak dari kasur. Membuatnya tidak ingin beraktivitas. Membuat Ujang menjadi malas.

Penyebabnya adalah satu, Nindy, mantan kekasihnya waktu SMA. Semalam mereka tidak sengaja bertemu di mini market. Sejujurnya ia sangat bahagia bisa bertemu dengannya, hanya saja:

“Ujang?”

“Hah? Nindy?”

“Masih ingat aja, hehe. Kamu apa kabar?”

Ujang terdiam. Ia tidak menyangka bisa bertemu gadis pujaannya saat SMA. Dalam pikirannya, Ujang menostalgiakan lagi masa lalunya. Otaknya memutar kembali kenangan dulu, kenangannya waktu kelas satu SMA. Kenangan ketika ia berkenalan dengan Nindy.

Kelas Nindy tepat berada di samping kelasnya. Ketika Nindy berjalan pulang, ia merasa dunia ini berjalan secara slow motion. Nindy berjalan dengan roknya yang panjang. Ia kenakan jaket birunya yang khas, membuatnya nampak elegan. Rambut Nindy berponi menyamping. Pipinya mengembang sedikit, tampak imut. Tasnya agak kecil, tapi sangat cocok ia kenakan. Ujang telah jatuh cinta pada pandangan pertama.

Rasanya tak akan puas apabila hanya memandangnya tanpa memilikinya, mencintainya, dan menjaganya. Ia kumpulkan keberanian untuk berkenalan. Tetapi dengan cara yang natural. Ia mengikuti bimbel yang sama dengannya. Mendapatkan nomornya. Bahkan hingga belajar bersama. Bagi Ujang, cara pertemanan seperti inilah yang bisa dibilang lebih nyaman, lebih etis, daripada tiba-tiba mengajaknya berkenalan melalui media sosial. Baginya itu tidak elegan. Tidak pantas diterapkan untuk gadis seistimewa Nindy.

Ujang tidak bisa menahan egonya untuk segera memilikinya. Beberapa kali ia berpikir dan berkonsultasi dengan Tovan, yang notabene sudah memiliki pacar. Tetapi tidak menghasilkan jalan keluar. Tovan terus menyarankan untuk sabar dan menunggu timing yang tepat.

“Lu harus selalu ada di hidupnya Nindy Jang. Buat dia terbiasa sama elu. Bahkan kalau bisa buat dia nggak bisa ngapa-ngapain tanpa elu di hidupannya. Atau seharipun tanpa elu. Buat dia selalu membutuhkan elu. Biasain antar-jemput dia. Ajakin makan. Ajakin Nonton. Jangan diajak diskusi muluk. Buat orang lain gosipin elu berdua. Baru deh tembak dia.”

Inilah yang disebut dengan teknik cinta. Yakni mendapatkan hati seorang wanita dengan membuatnya tergila-gila. Yakni dengan membuatnya terbiasa akan kehadiran kita di dalam hidupnya. Sayangnya apa yang Tovan sarankan tidak sepenuhnya tepat. Ada kakak kelas yang juga menyukai Nindy dan berusaha mendapatkannya. Gosip yang beredar bukan Nindy dengan Ujang, melainkan Nindy dengan kakak kelasnya itu.

Kakak kelas sudah menembak Nindy, tetapi Nindy belum memberikan jawaban. Ujang gelisah, Tovan merasa bersalah. Tovan berusaha mencari jalan keluar sebagai bayaran dari kesalahannya.

“Secara Ujang kalah keren dibandingkan kakak kelasnya." pikir Tovan yang sedang mondar-mandir di depan kantor guru. "Aha!!” Tovan mendapatkan inspirasi setelah melirik sebuah kertas pengumuman di majalah dinding. Tovan memahami bahwa kakak kelas itu memang seorang rocker dan berteknik dalam bernyanyi. Tapi baginya Ujang lebih berperasaan. Ujang bernyanyi dengan ekspresinya, dengan hatinya.

“Jang! Gue ada ide. Gimana kalau kita bikin band buat perlombaan pensi nanti. Kita saingan sama kakak kelas!”

“Ha?? Emang masih bisa?”

“Tenang. Gue kan OSISnya. Masih ada seminggu buat latian. Elu yang nentuin lagunya. Kita ajak yang lain.”

***

“Waaa, vokalisnya kweren polll”

“Hu’umh, kweren aneddddd”

“Cium akuh kakak, cium akuuuuuuhhh”

“Udah punya pacar belum sih dia?”

“Pengen banget jadi pacarnya!!”

“Tapi gosipnya dia udah nembak Nindy.”

“Jelas aku terima kalau jadi Nindy huhuhu.”

“Sayangnya kamu bukan Nindy hahaha!”

***

“Gimana Nin? Masih belum dapet jawaban buat mas vokalis? Dia keren loh. Banyak yang naksir sama dia.”

“Seyla! Kamu aja nggak naksir! Ucapan kerenmu nggak ikhlas. Aku masih bingung. Aku juga takut. Apa dia orang yang tepat? Apa dia bisa bikin nyaman. Soalnya aku belum dapet feelnya Lak.”

“Ehh kelas sebelah ikutan juga ya. Mendekat yuk Nin.”

***

“Lagu ini, untuk seseorang yang bagi gue spesial. Kita selalu dekat, kita sering bercanda, kita selalu berkirim pesan dan saling mengingatkan. Mungkin bisa dibilang saling perhatian. Kenyataannya gue jatuh cinta sama dia. Semoga dia mendengarkan lagu ini, dan peka akan isi dari lagu ini. Tapi sebelum itu, gue harap dia peka kalau lagu ini gue tujukan buat dia. Gue harap juga kalian disini juga ikut bahagia mendengarkannya. Let’s start the PARTIIIIIEEESSSS!!!”


Dengarkannlah wanita pujaanku, saat ini akan ku sampaikan
Hasrat suci kepadamu dewiku, dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin, memacarimu
Tuk yang pertama, dan terakhir

Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku takkan mengulang ‘tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu

Dengarkanlah wanita impianku, saat ini akan kusampaikan
Janji suci satu untuk selamanya, dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin, memacarimu
Tuk yang pertama, dan terakhir

Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku takkan mengulang ‘tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Akulah yang terbaik untukmu


***

“Wow, adik kelas kita keren juga!”

“Semuanya cogan semuaaaaaakkkk!”

“Rockers meeennnn!”

“Gilaaaaa!!!”

“Edan!!!!”

“Gendeng!!!”

***

“Wah, kayaknya penampilan kita tadi kalah sama ini nih.”

“Secara skill mereka kurang, tapi feelnya mereka dapet. Yah mungkin bukan jodoh kita hahaha.”

***

“Hwaaahh, keren amat!! Janji Suci Yovie & Nuno dibuat ngerock. Eh Nin! itu vokalisnya pakai baju dengan gambar huruf N gede! Jangan-jangan...”

“Aaaaa...ku gggg...ak tttttt...auk Laaaakkk... Siapa tau bajunya New Lalance atau Nedada. Umm kok deg-degan kenceng sih.”

***

“Wah Jang! Lihat siapa yang nunggu di parkiran.”

“Waduh, mati gue Van. Puter balik yukk. Gue takut, gue grogi.”

“Yealah tadi sok-sok’an romantis. Gue tau, pasti gara-gara gitar yang bikin lu berani. Nih bawa aja gitar. Udah sono nyett, maju.”

***

“Lak, aku takut kalau aku bukan orangnya gimanaaaaaa?!”

“Mana mungkin bukan kamu. Jelas banget di depan mata dia juga grogi ketemu kamu tuh. Udah sana mendekat. Aku tunggu di sini.”

Berkenalan dengan cara natural, menembak dengan cara elegan, diterima di area parkiran. Nindy menolak kakak kelas, dan menerima Ujang sebagai kekasihnya. Nindy dan Ujang menjadi pasangan yang cukup terkenal. Kemana-mana selalu bersama dan tak lupa mengajak sahabat-sahabat mereka. Persahabatan untuk cinta, dan cinta untuk persahabatan. Kedua itu tak pernah luput dari cerita masa SMA mereka. Dan sekarang masa-masa itu sudah berlalu.

***

“Jang? Kok diem?”

“Ahh, untuk sekarang aku baik-baik aja Nin, hehe. Kamu apa kabar? Kok bisa ada di Bandung?”

“Aku kesini liburan sama temen-temen hehe. Nggak taunya malah ketemu kamu. Btw, selamat yaa, viewers youtube kamu udah banyak. Udah jadi penyanyi terkenal, tinggal bikin album aja hihi.”

“Ahh, soal itu, anu, kok kamu tau?”

“Aku kan salah satu pendengar setiamu Ujanggg...”

“Haa? Masak Nin?”


“Sayang? Balik yuk, udah ditunggu yang lain.” Suaranya agak keras. Suara dari kejauhan.

“Ahh iya. Aku balik dulu ya Jang.”

“Iiituu, pacar lu Nin?”

“Iya, namanya Doni. Mau aku kenalin?”

“Ahh kagak, kapan-kapan aja hehe.”

“Hehe, aku seneng ketemu sama kamu. Lain waktu ketemu lagi yaa. See yaa Ujang hehe.”

“Semoga. See ya Nindy. Hati-hati.”

***

Bertemu dengan Nindy yang sudah memiliki pacar baru terdengar seru, tetapi faktanya itu menyakitkan. Ia harus kesakitan secara batin. Lalu menyebar ke seluruh tubuh, menularkan benih-benih kesedihan. Membuat tubuhnya malas untuk digerakkan. Ia menyesal, sangat menyesal. Berkatalah hatinya, “Tapi apakah ini cara yang benar? Menyesalinya hingga seumur hidup? Tanpa melakukan apapun? Bahkan jujur kepadanya? Ternyata kamu tak seelegan dulu. Masa mudamu benar-benar payah. Kamu tidak keren sama sekali.”

“F*ck off!” gerutunya.

Ia bangkit dari tempat tidurnya. Ia pandangi tubuhnya pada cermin. Ia merasa harus mengubah gaya rambutnya. Segera ia ambil gunting dan memotongnya sedikit. Malam ini ia hendak beraksi. Ia telfon Tovan. Ia ceritakan kejadian semalam, dan berusaha memberitahukan sebuah rencana elegan (lagi). Ia ingin menyatakan cinta yang kedua dengan membawa gitar yang sama, dan sahabat yang sama.

***

“Sayang? Kamu tau kafe ini darimana?”

“Dari temennya temenku sayang. Tadi aku nanya-nanya ke dia, dan kata temennya yang lagi kuliah perkomputeran disini, kafe ini sangat enjoyable buat nongkrong-nongkrong gitu. Nindyku suka kan?”

"Suka kok. Rame juga."

“Bagus Don tempatnya. Tumben lo bisa nemuin tempat kayak gini.”

“Temennya temen gue gitu loh”

“Hahahaha!” semua tertawa.

***

“Selamat malam semuanya.”

“Suara itu? Ujang’kah?” Ia tersenyum. Sudah lama Nindy tidak mendengarkan Ujang bernyanyi langsung seperti ini. “I was lucky” batinnya.

“Saya Ujang, sudah lama yaa kita tidak bertemu, hehe. Saya ingin mengungkapkan sebuah penyesalan di sini. Kenapa? Karena kemarin saya bertemu dengan mantan saya.”

“Hah? Aku kah? Ada apa ini? Kok deg-deg’an.” batin Nindy.

“Dia adalah mantan pertama dan terakhir saya. Alias, dia cinta pertama dan belum tergantikan hingga saat ini.”

“Hahahaha!!!” semua tertawa.

“Alasan kenapa kami putus adalah jarak. Saya tidak bisa tanpa dirinya dalam sehariii saja. Begitu juga dirinya. Kami benar-benar tidak suka hanya sekedar berkirim pesan, mendengarkan suara, maupun video call. Rasanya justru semakin membuat kami rindu. Dan itu sangat menyiksa kami berdua. Mungkin karena sejak awal, ketika saya mendekatinya, teman saya, yang disamping saya ini, mengajarkan kepada saya teknik cinta. Yaitu sebuah teknik yang membuat orang yang kamu sukai melekat denganmu, hingga dirinya tidak biasa sehari tanpamu. Itu adalah sebuah teknik sebelum menembak dari teman saya, Yovan. Karena kemungkinan ditolak hampir nol persen. Saya turuti katanya, dan memang tidak ditolak, tapi kita putus. Jadi saran saya, ya jangan sampai melekat amat ya. Nanti susah LDRnya.”

“Hahahahahahaha!!!” semua tertawa lagi.

“Saya dan dirinya memiliki masa depan yang berbeda. Saya dapat beasiswa di sini, Bandung, dan dia kuliah di perguruan tinggi favoritnya, di Jogja. Kita mulai LDR. Minggu pertama saya sudah gelisah, saya memaksakan diri ke Jogja. Kami bertemu dan melepas rindu. Maka saya jadwalkan tiap minggu untuk bertemu, di hari sabtu dan minggu.”

“Sayangnya itu rencana yang kurang bijak dan elegan. Saya kelelahan, dan saya menjadi tidak fokus pada beasiswa saya. Di sisi lain saya tidak ingin dirinya datang kemari. Saya tidak ingin dia lelah, kemudian sakit, lalu menjadi tidak fokus juga. Maka sebelum memasuki ujian tengah semester dimulai, saya bertemu dengannya. Kami tau kami tidak bisa terus-terusan seperti ini. Rindu ini bukan menguatkan kami, tapi justru membuat kami saling emosi satu sama lain.”

“Tentunya keegoisan itu ada pada diri saya, dan saya lah yang sering memarahinya. Padahal ini adalah kesalahan saya karena lemahnya saya dalam menjalani hubungan jarak jauh. Kami putus dengan baik-baik. Mungkin karena dirinya paham dengan apa yang terjadi kepada saya. Dia mengorbankan dirinya untuk masa depan saya. Seharusnya saya mampu menggenggam keduanya, baik beasiswa maupun dirinya. Keduanya adalah masa depan saya.”

“Pada akhirnya, saat tanpa adanya dirinya, saya hanya bolak-balik ke warnet. Cover lagu, bikin orang lain terharu, bikin orang lain bersenandung senang. Tapi bego'nya, kok saya tak mampu membuatnya bahagia. Saya menyesali itu. Apalagi saat saya tau dirinya sudah menjadi milik orang lain. Saya semakin menyesal.”

“Di hati ini terasa tidak mengenakan. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Bahkan hanya untuk berakpun tak kuat. Hati saya berbisik, ‘apa kau mau menyesalinya seumur hidup?’ Tentu saya bilang tidak. Hati saya kembali tergerak, ‘ungkapkanlah perasaanmu, sebagaimana kamu menambaknya dulu, dengan sebuah lagu.’ That’s right. Saya ingin menyanyikan sebuah lagu yang mewakili perasaan saya saat ini.”

“Sebelumnya, perlu diketahui bahwa saya sudah menjalin hubungan dengannya sejak kelas satu SMA hingga kami kuliah di tengah semester pertama, hehe. Nggak bisa move on’nya bukan main. Apalagi nyeselnya, hehe. Sok atuh, semoga dia mendengarkan :)”


Bersamamu kulewati, lebih dari seribu malam
Bersamamu yang kumau, namun kenyataannya tak sejalan
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan, ijinkan aku untuk mencintainya
Namun bila waktuku telah habis dengannya, biar cinta hidup sekali ini saja

Bersamamu kulewati, lebih dari seribu malam
Bersamamu yang kumau, namun kenyataannya tak sejalan
Tuhan bila masih ku diberi kesempatan, ijinkan aku untuk mencintainya
Namun bila waktuku telah habis dengannya, biar cinta hidup sekali ini saja

Tak sanggup bila harus jujur, hidup tanpa hembusan nafasnya
Tuhan bila waktu dapat kuputar kembali, sekali lagi untuk mencintainya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini, biarkan cinta ini
Hidup untuk sekali ini saja


“Terima kasih telah sudi mendengarkan curhatan saya. Buat kamu, mantan terindahku. Kau tak perlu membalas isi laguku karena ini adalah hukumanku. Terima kasih sudah mengisi hidupku, terima kasih telah mencintaiku dengan caramu. Aku juga akan mencintaimu dengan caraku. Selamat menempuh hidup baru. Salam dari masa lalu :)”

***

“Btw Jang, emang sebenernya yang mutusin siapa sih?”

“Nindy Van. Dia pengen hubungan kita berakhir. Mungkin karena gue marah-marah muluk ke dia. Tapi setelah dipikir-pikir, dari caranya kemarin kasih senyum ke gue, gue tau alasan kenapa dia melepaskan gue.”

“Apa?”

“Biar gue bisa fokus sama musik Van. Hah! Nyesel sih. Tapi sekarang gue udah plong.”

“Well, lets make your channel full of cry, men! Hahahaha!!”

“Hahaha! Monkey in action! Hahaha!”

***

“Jang! Jang! Janggggg!!! Gue dapet kiriman dari temen gue, katanya surat dari Nindy buat lu!”

“Ha?! Serius nih?!”

“Iya nyettt!! Baca gih!!”


To: Ujang

Aku nggak tau kamu ini siapa di hidupku. Bagiku bukan masa lalu, tapi entah juga apa kamu masa depanku.


“Hehehehe. Awal paragraf udah gue bikin seneng. Udahlah gue baca sampek sini aja, hehehe.”

“Lah! Nyengir lu ngejek nyett. Baca dulu sampai kelar Jang. Gue mau nyuci motor duluk.”

Terima kasih sudah memberikan warna di hidupku. Kamu selalu memberikan kejutan-kejutan yang tak pernah ada habisnya. Kamu makan apa sih, kok selalu bikin aku terharu. Jantung aku berdetak kenceng tauk. Kalau aku jantungan gimana? Tega ya kamu, hihihi.

Tapi aku nggak setuju dengan lagu yang kamu nyanyiin pas di kafe. Kamu pikir aku mau mati ya? Enak aja. Lagu itu terlalu pesimistis. Enggak seperti lagu yang kamu nyanyiin saat pensi. Aku nggak tau apakah Doni akan jadi suamiku, atau malah kamu. Aku nggak tau itu. Asal kamu tau, wanita itu harus diperjuangkan. Aku disini diam, menunggu seseorang datang. Lalu apa yang akan kamu lakukan? Berdiam? Lalu menghilang?

Kalau kamu mencintaiku, datanglah. Berjuanglah. Rebut aku kembali, bukan malah lari dan pergi. Buat aku jatuh cinta lagi. Miliki aku sekali lagi. Tapi jangan pergi lagi, jangan emosi lagi. Hati wanita itu kecil, sekali kamu bikin luluh, ia meleleh. Sekali kamu bikin benci, ia pergi. Aku percaya kamu pasti mampu memperbaiki diri. Jaga kesehatan kamu, jangan keseringan tidur malem-malem. Pakai selimut, biar hangat, hehehe. Salam ya buat Tovan. Terima kasih sudah mengantar suratnya.

From: Nindy :)


“Vaannn?! Cara ngejar cewek gimana yaaakk?!”

“Lu ngejek gue nyettt?!”

“Seriuuusss iniiii!!”

“Ngajak berantem lu yaaa?! Gue jomblo nyettt!!”


*gambar karya: Fili (Instagram: @fililiyaa)

Komentar