Azka dan Sabar

Tidak ada komentar

Azka dan Sabar

Hari ini Azka badmood dengan pekerjaannya. Setelah setting latar ini itu untuk pembuatan konten, tiba-tiba ibunya datang meminta pertolongan kepada Azka. Sebagai seorang anak yang ingin berbakti, Azka iyakan permohonan ibunya. Azka antar ibunya sebagaimana ibunya pinta.

Sekembali dari mengantar ibu, sepupu Azka sudah berada di dalam kamar Azka. Sepupunya sedang mempersiapkan pembuatan konten yang lain. Setting latar konten Azka mau tak mau harus hancur untuk konten lain yang hendak sepupunya buat. Kecewa Azka rasakan. Tak mudahkeluh Azka dalam hatiuntuk menyetting ulang sama seperti tadi. Niat berkonten Azka jadi hilang. Dan bosnya, sepupunya itu, yang menghilangkannya.

Akan tetapi Azka tak bisa salahkan semuanya kepada sepupunya seorang. Azka juga tumpahkan kekesalan itu kepada Tuhan-Nya. Menurut Azka, Tuhan suka menguji kepribadiannya. Mau tak mau Azka harus menerimanya. Azka usap dadanya. Lalu beristigfar, menahan amarah, menahan kekesalan. Character development, katanya dalam hati. Harus bersabar, kuatnya lagi.

*

Adzan Isya berkumandang. Sepupu Azka tak datang ke Masjid. Sebagai keluarga, Azka tak tau harus bagaimana. Tak nyaman menyuruh orang yang lebih tua darinya untuk melakukan sesuatu, terutama menyuruh dalam hal beribadah. Tapi Azka juga tak nyaman jika hanya berdiam saja. Selepas Isya, Azka doakan seluruh keluarganya. Memohon kepada-Nya agar setan dijauhkan kepada mereka.

Bukannya membaik, kekesalan kedua justru muncul setelah Isya. Azka dan sepupunya berbeda pandangan dalam hal membuat konten. Sepupu Azka lebih suka jika dalam hal 'membuat sesuatu' cukup direkam secara singkat, dan diambil momen pentingnya saja. Sehingga tak memenuhi penyimpanan. Sedangkan yang Azka inginkan ialah merekam secara keseluruhan ketika 'membuat sesuatu' sampai sesuatu itu menjadi 'bentuk'. Bagi Azka, yang menarik ketika melihat konten adalah ketika dapat melihat secara keseluruhan prosesnya. Bukan hasil akhirnya. Terlepas dalam proses itu terjadi revisi beberapa kali. Bagi Azka itu semakin menarik, karena membuktikan bahwa dalam 'membuat sesuatu', mereka tak asal-asalan, dan serius memikirkan konsepnya. Tapi sepupu Azka tak sepakat. Terlalu rumit. Terlalu banyak video. Dan memakan banyak penyimpanan. Sepupu Azka kekeuh untuk membuat konten dengan cara singkat. Azka mengikutinya. Tapi dengan perasaan kesal.

Azka sadari bahwa perbedaan-perbadaan ini terjadi karena pandangan mereka yang berbeda. Sehingga Azka mudah meredakan amarahnya. Azka merasa 'bodo amat' dengan hasilnya. Karena bagi Azka, ia dibayar bukan untuk membuat konten berkualitas. Azka dibayar hanya karena untuk membuat konten saja. Tak peduli bagus atau tidak. Begitulah pembenaran di dalam kepala Azka.

Sepupu Azka pulang. Azka segera masuk ke dalam kamar. Malam ini Azka akhiri dengan tidur lebih cepat. "Pikiran-pikiran jelekmu perlu kamu istirahatkan agar tak menodai jiwamu." ucapnya pada dirinya sendiri. Isi amarah itu Azka ekspresikan ke dalam sebuah catatan. Bagi Azka, jika ia tak segera membuangnya, kekesalan ini akan menjadi penyakit hati, sekaligus penyakit kepala. Azka senang dengan rasionalnya. Dan ia bangga menjadi dirinya.

"Wahai diriku sendiri. Terima kasih atas perjuangan hari ini. Beristirahatlah untuk hari esok."


Sukoharjo, 15 Januari 2024

Komentar