Kepada adinda Triyanti yang keberadaannya tak pernah kuketahui. Yang pernah kusakiti, dan kemarin kuusik kembali. Sudilah kau baca surat ini. Bukan sebuah surat cinta sebagaimana mestinya perasaan ini. Aku tau batasku sebagai seorang lelaki, yang juga tak ingin kekasihnya dirayu lelaki lain. Salam hangat untuk pacarmu saat ini. Semoga kalian senantiasa dalam kebahagiaan yang hakiki.
Selamat ulang tahun kuucapkan. Selamat atas keberhasilanmu bertahan dari hidup yang melelahkan ini. Aku tak tau apa yang kau citakan. Apapun itu kuharap kau sehat-sehat saja hingga saat itu datang.
Tak kuketahui juga apa yang telah kau lalui selama ini. Tentang terjalnya jalanmu dan licinnya pijakanmu. Belum juga hujan yang menghalangi penglihatanmu. Dan kau bisa bertahan menghadapi semua itu. Kau hebat bisa berdiri mandiri seperti saat ini. Aku minta maaf karena pernah menjadi salah satu batu sandungmu. Aku minta maaf.
Melihatmu bahagia membuatku ikut bersemangat menjalani hidup. Tweetmu, storymu, segala hal yang berkaitan denganmu, selalu kuikuti di waktu senggangku. Membantuku bangkit dari rasa malas. Menginspirasiku untuk melakukan sesuatu. Entah sejak kapan hal semacam ini terjadi kepadaku—yang mulai candu akan segala aktivitasmu.
Hingga pada suatu hari tak ada lagi kabar darimu di Instagram. Kupikir kau sedang sibuk-sibuknya, karena pribadimu memang begitu. Namun sudah berhari-hari berlalu tak kunjung ada kabar terbaru darimu. Karena curiga, kutuliskan namamu dalam pencarian, dan tak kutemukan akunmu di sana. Kurasakan kekecewaan ada pada diriku, karena berasumsi kau telah memblokirku. Apa salahku. 'Kan aku tak mengganggumu. 'Kan aku tak merusuhi hubunganmu. Apa pacarmu yang memblokirku. Banyak keresahan pada pikiranku saat itu. Membuat segala hal yang kukerjakan tak tepat sebagaimana mestinya. Karena tak ingin resah ini berlangsung lama, kuberanikan diri meminta kejelasan padamu di Twitter. Rupanya kau menonaktifkan akunmu demi kesehatan mentalmu. Ah, lega mendengarnya—karena bukan aku penyebabnya. Tapi kujuga khawatir akan kesehatan mentalmu. Semoga kau baik-baik saja.
Aku kesal ketika mengetahui dirimu mengalami body shaming. Tak perlu kau pusingkan. Bagiku kau tetap menawan dengan segala hal yang kau miliki saat ini. Hanya orang-orang bermata khusus yang dapat melihatnya—termasuk aku. Karena itu kukenakan kacamata untuk menjaga mataku. Agar dapat menahan diri dari rasa kagum berlebih karena pesonamu.
*Maaf telah merayumu. Ku-hanya berusaha meyakinkanmu, bahwa kau selalu menarik—paling tidak bagiku.
Senang mengetahui pacarmu membelamu. Dia pria yang baik. Ya, walau awalnya kukesal, karena mengetahui kau sudah memiliki pacar. Tapi mau bagaimana lagi. Kau lebih tahu persoalan dirimu. Dan kau lebih mengerti apa yang kau butuhkan. Kau mempercayakan hatimu untuknya. Maka bukan hakku mengintervensi kepercayaanmu.
Awalnya kuingin memberikan surat ini untukmu. Dengan rumah Pamanmu sebagai tujuannya—sebagaimana biasanya aku mengirim sesuatu untukmu. Ingin kujadikan surat ini sebagai surat terakhir dan berharap yang terakhir ini sudi kau baca.
*Kusebut terakhir karena mungkin tahun depan kau dan pacarmu sudah menikah–kudoakan itu untuk kalian. Maka kumanfaatkan kesempatan terakhir ini untuk memberimu surat.
Namun setelah kupahami kemuakanmu padaku—karena kebodohanku di masa lalu—surat ini hanyalah sebuah surat tanpa alamat. Takkan kukirimkan surat ini untukmu, dan kubiarkan surat ini hidup di sini. Akan jadi sebuah takdir yang lucu jika kau menemukan dan membacanya.
Alasan dasar mengapa tak bisa kuberikan surat ini kepadamu adalah karena Moral melarangku. Sudah kuyakinkan bahwa surat ini bukan surat cinta, Moral tetap tak percaya. Adalah sebuah kebohongan besar—kata Moral–jika surat ini diniatkan hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada seorang teman. Denganmu, tak bisa kumemposisikan diri sebagai teman. Takkan pernah kita menjadi sahabat, layaknya aku dengan Deva dan Intan. Maka lebih baik tak kukirimkan pesan ini. Demi kebaikanmu, juga demi kebaikanku—Moral berkata begitu.
Sulit untuk berhenti menyukaimu. Tapi aku tak menyesal kita tak pernah berada dalam suatu hubungan. Kurasa begini jauh lebih indah. Sehingga tak ada kata akhir untuk hubungan kita. Karena sedari awal kita tak pernah memulainya.
Yaah, aku terima segala takdir yang ada. Sekali lagi selamat ulang tahun. Wish u all the best.
Sukoharjo, 14 Maret 2024