Skripsi Sampah Part 4: BAB 2 "Tinjauan tentang Hak Cipta" (2)

Tidak ada komentar

Skripsi Sampah: Implementasi Hak Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Jaminan Fidusia di Jawa Tengah

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasaan apa pun. Antara pencipta dan ciptaannya memiliki hubungan integral. Hak moral pada dasarnya bersumber dari kenyataan bahwa karya cipta adalah refleksi kepribadian pencipta.⁴⁵ Artinya bahwa ada sesuatu hak pada sebuah karya yang tidak bisa dipisahkan dari penciptanya, hanya pencipta yang bisa menjalankan hak itu. Orang lain dapat menjalankan hak itu apabila diminta pencipta atau setelah dia meninggal dunia dapat dilakukan oleh ahli warisnya.⁴⁶

Hak moral merupakan hak yang melekat pada pencipta yang tidak dapat dialihkan atau diperalihkan kepada pihak lain. Hak moral tercantum pada Pasal 5, 6, dan 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, yang secara lengkap berupa:

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aslinya atau samarannya;
  3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.⁴⁷

Hak ekonomi muncul setelah adanya hak moral. Hal ini dikarenakan orang pada masa dulu ketika suatu ciptaan terjadi peniruan yang dilakukan oleh orang lain dianggap sebagai pelanggaran etika atau moral daripada pelanggaran yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Apabila hak moral merupakan refleksi dari kepribadian pencipta, hak ekonomi adalah refleksi dari kebutuhan pencipta, baik kebutuhan jasmani maupun rohani.⁴⁸

⁴⁵ Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia..., hlm. 69.
⁴⁶ Ibid., hlm. 71.

⁴⁷ M. Hawin dan Budi Agus Riswandi, Isu-Isu Penting Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017), hlm. 179-180.

⁴⁸ Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia..., hlm. 71.


Stewart (1989: 39) membagi ada enam macam hak yang dapat dipandang sebagai dasar hak ekonomi pencipta, yakni:

  1. The reproduction right atau hak reproduksi yakni hak yang memberi izin untuk mereproduksi atau mengkopi atau menggandakan jumlah ciptaan dengan berbagai cara.
  2. The adaptation right adalah hak memberi izin melakukan adaptasi, aransemen, atau perbuatan lain untuk mengubah bentuk sebuah karya, misalnya menerjemahkan, mengaransemen dari musik rock menjadi akustik, dan lain-lain.
  3. The distribution right adalah hak memberi izin untuk mendistribusikan (menyebarkan) hasil penggandaan suatu karya kepada publik. Termasuk menjual, menyewakan dan bentuk-bentuk lain pengalihan hasil perbanyakan dari suatu karya.
  4. The public performance right adalah hak memberi izin untuk menampilkan suatu karya kepada publik. Misalnya adalah band Gigi membawakan lagu Kangen milik Dewa19 saat konser mereka atau live di salah satu acara televisi perlu memerlukan izin dari pencipta lagi tersebut, yakni Ahmad Dhani.
  5. The broadcasting right, yakni hak memberi izin untuk menyiarkan suatu karya dengan menggunakan kabel. Ada dua bentuk penyiaran dengan kabel, pertama adalah cable transmission, yakni perntransmisian kembali dengan kabel suatu penyiaran karya, jadi merupakan sebuah kegiatan meneruskan yang sudah ada (pre-existing). Kedua adalah cable origination yang termasuk salah satu bagian dari the public performance right.⁴⁹

Selain kelima hak tadi, ada lagi hak yang disebut syncronization right yakni misalkan sebuah lagu yang dipakai dalam sebuah karya cinematografi, iklan, dan karya drama. Pemberian hak izin terhadap lagu yang dipakai tersebut dinamakan syncronization right. Hak tersebut juga bisa masuk ke dalam adaptation rights.⁵⁰ Apabila dikatakan mana yang lebih penting dari hak moral atau hak ekonomi, Stewart (1989: 59) mengatakan bahwa 90% hak ekonomi lebih penting dan sisanya 10% hak moral cukup penting.⁵¹ Dalam Pasal 9 UU Hak Cipta menyatakan bahwa hak ekonomi tersebut berupa:

  1. Penerbitan ciptaan
  2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuk
  3. Penerjemahan ciptaan
  4. Pengadaptasian, aransemen, atau pentransformasian ciptaan
  5. Pendistribusian ciptaan atau salinan
  6. Pertunjukkan ciptaan
  7. Pengumuman ciptaan
  8. Komunikasi ciptaan
  9. Penyewaan ciptaan
⁴⁹ M. Hawin dan Budi Agus Riswandi, Isu-Isu Penting Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia..., hlm. 177-179.
⁵⁰ Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia..., hlm. 74.

⁵¹ Ibid., hlm. 76.


Hak Cipta juga memiliki konsep perlindungan yang berupa:

  1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli, yakni sebuah ide atau gagasan yang hanya ada dipikiran pencipta tidak dapat dikatakan sebagai suatu hal yang mengandung hak cipta. Melainkan ide tersebut harus diwujudkan menjadi suatu bentuk yang dapat dirasakan oleh panca indra manusia.
  2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis), yakni ketika suatu ciptaan akan diakui hak ciptanya apabila sudah diwujudkan dalam bentuknya. Sejak saat itu hak cipta sudah muncul pada ciptaan. Pendaftaran dilakukan hanya untuk mempermudah pembuktian pemilikan hak cipta oleh pencipta dalam hal apabila terjadi sengketa.⁵²
  3. Suatu Ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta, yakni suatu ciptaan tetap diakui hak ciptanya walaupun ciptaan itu tidak dipublikasikan maupun dipublikasikan. Sesuai dengan nomor dua diatas, bahwa hak cipta akan langsung melekat pada suatu ide yang telah berwujud menjadi suatu ciptaan.⁵³
  4. Hak Cipta suatu Ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu Ciptaan, yakni seorang pembeli kaset atau CD lagu adalah seorang pembeli atau penikmat, bukan seseorang yang telah menciptakan suatu ciptaan. Sehingga pembeli tadi tidak memiliki hak cipta terhadap kaset atau CD yang ia beli tadi. Apabila ia memperbanyak kaset atau CD yang ia beli tadi, maka ia telah melanggar hak cipta.⁵⁴

Hak cipta bukan hak mutlak (absolute), yakni hak cipta tidak mengenal konsep monopoli penuh sehingga mungkin saja seseorang pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang terdahulu dan tidak dianggap melanggar hak cipta. Artinya bahwa ciptaan yang muncul belakangan tidak merupakan duplikasi atau penjiplakan murni dari ciptaan terdahulu. Hal ini memang menimbulkan persoalan. Seperti mana yang merupakan jiplakan murni dan mana yang tidak.⁵⁵

⁵² Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia..., hlm. 66-67.
⁵³ Ibid., hlm. 67.

⁵⁴ Ibid.

⁵⁵ Ibid., hlm. 67-68.


Di dalam UU Hak Cipta tidak hanya mengatur tentang hak cipta, melainkan terdapat juga hak terkait di dalamnya. Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan saluran. Hak ini berkaitan dengan hak cipta dari pelaku pertunjukkan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Pencipta adalah orang yang atas idenya telah melahirkan karya cipta atau ciptaan seperti: buku, lagu, tari, drama, film, dan sebagainya. Sedangkan pemegang hak terkait adalah orang atau lembaga yang melahirkan karya-karya turunan seperti rekaman suara, rekaman gambar pertunjukkan, dan karya siaran.⁵⁶

Skripsi Sampah Part 4: BAB 2 "Tinjauan tentang Hak Cipta" (2)

⁵⁶ Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia..., hlm. 29.
⁵⁷ Ibid., hlm. 30.


Hak-hak terkait tersebut adalah hak moral untuk pelaku pertunjukkan, hak ekonomi pelaku pertunjukkan, hak ekonomi produser fonogram, dan hak ekonomi untuk lembaga penyiaran. Karena hak cipta dan hak terkait merupakan hak yang akan dilindungi walaupun tidak melaksanakan pendaftaran (first to use), maka jangka waktunya berlaku sejak pertama kali disiarkan atau dipublikasikan. Dan untuk jangka waktu berikutnya akan dihitung mulai dari 1 Januari. Untuk hak moral pelaku pertunjukkan tidak memilik batas waktu, artinya seumur hidup. Sedangkan untuk hak ekonomi pelaku pertunjukkan, dan hak ekonomi produser fonogram berlaku hingga 50 tahun. Untuk hak ekonomi lembaga penyiaran adalah 20 tahun.⁵⁸ Untuk pencipta hak cipta hampir sama hak moralnya, yakni tidak memiliki batas waktu.

Untuk hak ekonomi pada hak cipta yang karyanya bukan seni terapan seperti: buku, dan semua karya tulis lainnya, cerama, materi kuliah, dan ciptaan sejenis lainnya, pemgetahuan, lagu maupun musik instrumen atau tanpa teks, drama, tari, wayang, arsitektur, batik, peta, dan semua karya yang bukan kategori terapan dilindungi seumur hidup pencipta dan 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Kemudian terhitung pada 1 Januari pada tahun berikutnya. Apabila terdiri dari dua atau tiga pencipta maka 70 tahun tersebut terhitung setelah pencipta yang meninggal terakhir. Juga terhitung pada 1 Januari pada tahun berikutnya. Apabila pencipta dimiliki atau dipegang oleh badan hukum, maka jangka waktunya adalah 50 tahun terhitung sejak pertama kali diumumkan. Sedangkan hak ekonomi pada hak cipta yang merupakan ciptaan terapan seperti: karya fotografi, potret, permainan video, program komputer, perwajahan karya tulis, sinematografi, terjemahan, tafsir, aransemen, adaptasi, maupun kompilasi ciptaan atau data, untuk perlindungannya adalah 25 tahun terhitung sejak pertama kali diumumkan.⁵⁹ Selain itu hak cipta dan hak terkait dapat dialihkan melalui warisan, wakaf, wasiat, hibah, perjanjian tertulis, sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dan tentu saja salah satunya adalah pengalihan karena perjanjian fidusia.⁶⁰

⁵⁸ Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 63.
⁵⁹ Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 59.

⁶⁰ Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Pasal 16.

Komentar