“Aaaahhh, sudah sore yaa. Bang Ipang bisa marah.” Suaranya lesuh. Ia tidak menangis semalam. Ia paksakan tubuhnya bangkit. Bergegas datang ke gelanggang, tempat biasanya ia berlatih.
***
“Mau ngapain jam segini? Ada masalah?” Tanya Bang Ipang.
Sudah tujuh tahun Bang Ipang selalu menemani Luky. Ia tahu anak asuhnya tidak pernah main-main dengan tekadnya. Pasti ada penyebab mengapa Luky terlambat. Bahkan bolos latihan pagi tadi.
“Haahhhh... Pusing Bang.” Jawabnya singkat. Bang Ipang terdiam. Membiarkan Luky menceritakan semuanya, keluh kesahnya hingga perasaannya yang terdalam. Selain sebagai pelatih yang profesional, Bang Ipang juga pendengar yang baik. Ia seperti psikolog yang tahu harus bersikap apa. Luky melihat ke langit, berupaya menahan air matanya. Ia tidak menangis semalam. Ia menangis sekarang.
“Icak Bang.” Ucap Luky. Bang Ipang masih diam.
“Icak mau nikah Bang.” Kali ini Bang Ipang tidak bisa menjadi psikolog yang baik bagi Luky. Ia juga melihat ke atas langit. Kemudian menepuk bahu Luky, memeluknya erat. Luky menangis. Bang Ipang hanya bisa diam. Tujuh tahun Bang Ipang mengenali Luky tak sebanding dengan delapan tahun yang Luky lalui bersama Icak. Icak sudah lebih dulu datang di kehidupan Luky sebelum mengenal Bang Ipang. Icak hampir mengetahui seluruh sikap Luky. Karena dia yang selalu menemani Luky.
“Pulang lah. Istirahatlah selama seminggu. Lalu kembalilah ke sini, tepat di tempat ini. Pulang lah Ky. Puas-puaskan kamu mengingat masa lalumu. Lalu pilihlah masa depanmu. Semua ada di keputusanmu. Semangat.”
Bang Ipang tepuk kembali bahu Luky dan meninggalkannya. Ia tahu, mau seprofesional apapun motivatornya tidak akan ada sepatah kata pun yang akan di dengar Luky. Luky sedang patah hati, sangat patah hati. Bang Ipang sedang bertaruh, apakah Luky bangkit atau justru sebaliknya. Tapi Ia percaya, karena Luky adalah Luky. Anak asuhnya yang seperti anaknya sendiri. Ia yakin Luky akan bangkit. Ia adalah anak yang cerdas yang tidak diketahui oleh orang-orang di sekitarnya.
Luky masih berdiri di tempatnya. Mengacuhkan kepergian Bang Ipang. Kali ini ia menunduk. Tidak kuat menahan tangisnya. Ia menangis seadanya. Pria pendiam ini tidak mampu lagi menahannya. Karena Ia tahu, tidak akan ada lagi Icak di setiap hari dalam hidupnya. Tidak akan ada manusia sebawel Icak lagi. Pengganggu, pengingat, dan segalanya tentang Icak, Ia ingat sore itu. Semakin menjadi tangisannya, semakin jingga pula warna langit. Matahari telah terbenam, tapi kenangan Icak tidak.
***
Di Seoul Ia menang, Ia juara dunia. Ia sudah mencapai tingkat Internasional. Segala pengorbanannya tak sia-sia, baik kuliahnya maupun Icak—mantan masa depannya. Tak apa, semua sudah diputuskan. Waktunya berjalan menuju podium. Menerima hasil dari rasa sakit yang telah terjadi.
“Terima kasih aku, karena kamu mampu sekuat ini. Mari kita rayakan.” Batinnya.
Seorang wartawan dari Korea Selatan tertarik mewawancarai Luky setelah mengalahkan kandidat dari tuan rumah di partai Final. Mulanya sang wartawan bertanya menggunakan bahasa inggris, tanpa diduga Luky justru menjawabnya dengan bahasa Korea yang cukup fasih. Semua wartawan lokal mengerubunginya. Berbagai pertanyaan berbahasa Korea menghujaninya.
***
“Yaaahh, bagaimana bisa sih Park Ji Mei kalah. Padahal sudah keren gitu mainnya. Memang gila musuhnya. Dari Indonesia lagi. Yeri, menurutmu gimana?” Madam bertanya serius.
“Entahlah madam, cepat uruslah rambutku dengan benar.”
“Mereka seumuran denganmu, dan tidak kalah berprestasi denganmu. Anak muda jaman sekarang hebat-hebat.”
“Wah liat Yeri, pemuda Indonesia itu menggunakan bahasa Korea. Benar-benar anak muda yang berbakat. Pasti sangat bekerja keras.” Madam masih antusias.
Yeri menaruh majalahnya, ikut melihat pemuda yang menjadi perhatian banyak orang di salon itu.
“Ahh di gelanggang ini aku juga pernah bertarung. Saat itu aku masih kecil dan cukup pandai bela diri. Aku memiliki teman yang berasal dari Korea Selatan. Kami berjanji akan bertemu di Final, tetapi keadaan buruk justru terjadi. Ia kalah di semifinal. Bahkan ia meninggal karena kerasnya pertandingan itu. Hal itu membuatku terbawa emosi sehingga ketika di final aku justru melakukan hal yang sama dengan musuhku. Dan itu membuatku kalah juga. Maka dari itu aku datang lagi ke sini dan membersihkan keburukanku di masa lalu.” Ucap seorang pemuda dengan bahasa Korea.
Yeri menjatuhkan bukunya, mulutnya menganga. Matanya berfokus pada sosok pemuda yang ada di televisi. Dia bimbang, hatinya terguncang. Apakah pemuda itu adalah anak yang hendak mati itu. Anak yang ingin membalaskan dendam karena Jin Gie meninggal. Jin Gie, yang di mata Yeri bagai pahlawan sekaligus kekasih hati. Yeri tak berkutik, dia tak tahu harus melakukan apa. Dia merasa bersalah karena kritisnya nyawa anak itu waktu dulu.
***
Luky berjalan di dalam bandara. Di sana banyak orang, yang ternyata disebabkan oleh salah satu idol girl band kpop yang hendak pergi ke luar negeri melaksanakan tournya. Banyak orang membawa pernak-pernik aksesoris untuk mendukung idolanya. Luky agak terganggu, karena ia tidak begitu suka keramaian. Luky menepi, tapi tanpa disadari orang-orang itu justru mengerubunginya. Kim Yerim, salah satu anggota idol grup tadi, tiba-tiba memeluknya. Pengawal Yeri tidak bisa melakukan apa-apa selain mengitari Luky dan Yeri agar terlindung dari ganasnya para fans. Anggota idol yang lain kebingungan.
***
Di Indonesia, pemberitaan tentang Luky sangat ramai. Bukan karena prestasinya, melainkan karena peristiwa Yeri yang tiba-tiba memeluknya di bandara. Ia menjadi perbincangan di seluruh stasiun televisi. Bahkan stasiun televisi Korsel juga. Segala media membahas dirinya berhari-hari. Segala identitas tentang Luky terkuak. Luky seorang penulis yang berprestasi di bidang bulu tangkis dan pulang-pulang bisa mengaet idol grup terkenal di Korsel.
“Gilak gilak gilaaaaakkkkk, kenapa temen gue beruntung banget sih. Pakai apaan lu Kik kok bisa sekelas Yeri meluk elu.”
"Bodo ah. Capek."
Cerita ini adalah cerita yang kubuat pada tahun 2016, ketika semua kawan sepantaranku sedang sibuk mencari universitas, aku sibuk membias Yeri Red Velvet wkwk. Agak geli kenapa bisa bikin cerita kaya gini. Mungkin waktu itu sangat ngefans sama Yeri dan resah mau diapain rasa suka berlebih ini. Jadilah cerita pendek ini. Kayanya ada kelanjutannya tapi lupa ada di mana.