Pemandangannya emang cakep Lif. Apa yang kamu omongin bener. Maaf ya, baru bisa dateng ke sini setelah 2 tahun kamu menuliskan surat untukku. Sudah kuterima suratnya, dan kubaca puluhan kali.
Jujur, aku sangat kecewa Lif. Karena ini seperti bukan kamu yang aku kenal. Tapi aku tak memaksa keadaan berpihak kepadaku. Hidupmu adalah milikmu. Pilihanmu adalah hak kamu. Aku berusaha memahaminya.
Tapi Lif, kamu pasti mengerti'kan resiko perpisahan yang kamu inginkan. Di dalam benakmu yang paling dalam, pikiranmu yang paling dasar, kamu pasti mengerti bahwa apa yang akan kamu putuskan akan memberikan dampak yang banyak terhadap kehidupan orang lain yang bersinggungan denganmu.
Apakah kamu tak penasaran dengan kabar orang tua angkatmu setelah mendengar kabarmu bunuh diri di atas sini? Apakah kamu tak penasaran dengan kawan-kawan diskusimu, kawan bacamu, dan band kamu? Apakah kamu benar-benar memikirkan keadaanku juga? Kamu egois Lif.
Aku ingin sekali memaki-makimu secara langsung. Butuh 2 tahun aku melatih fisikku untuk mengunjungimu di sini. Dan membalas isi pesanmu, di tempat yang sama, di tanggal yang sama, dimana kamu menulis surat terakhirmu.
Aku menahan kesedihanku selama dua tahun ini. Pura-pura kuat di depan banyak orang. Malah menguatkan kedua orang tua angkatmu, kawan-kawan kamu, adik-adik kamu juga.
Kamu brengsek Lif. Kamu pasti memikirkan kami. Aku tau, kamu orang yang selalu melihat resiko sebelum bertindak. Selalu berhati-hati. Bukan orang ceroboh. Tapi bagaimana bisa kamu melakukan semua ini dengan segala pertimbangan yang sudah kamu pikirkan. U asshole Lif.
Egois. Kamu pikir cuman kamu doang yang capek sama hidup? Kamu pikir kami yang masih di dunia ini ga ada masalah apa-apa? Kita semua memiliki masalah Lif. Kita semua juga pernah diposisi dicintai dan mencintai seseorang. Sangat-sangat dicintai dan sangat-sangat mencintai. Walaupun ga bisa memiliki subjek yang kita cinta itu, tapi kita semua ga berenti dan bunuh diri.
Kita ini punya seni sendiri dalam menuju mati Lif. Menikmati sakit, ditusuk sebilah pedang, atau tertembak dalam peperangan. Semua itu adalah seni menuju mati. Tapi bunuh diri adalah seni rendahan dalam mencapai mati. Arggghhhhh. Aku ga bisa bayangin sebegitu hinanya kamu dalam berseni menuju mati.
Tolol, bodoh, payah. Padahal kita sependapat soal bunuh diri yang pernah dilegalkan oleh beberapa filsuf. Bahwa bunuh diri adalah sesuatu yang tak layak disebut seni menuju mati. Ternyata itu adalah omong kosong yang keluar dari mulut kamu Lif.
Aku mengasihanimu yang mati di tempat ini Lif. Kamu merusak keindahan gunung ini. Apakah dia bahagia tempatnya dijadikan sebagai pelegalan mati bagi orang-orang pecundang? Ngga lif. Kamu sinting.
Ibu angkatmu menjadi gila. Setiap pekan aku berkunjung ke rumahmu, melihat orang tua dan adik-adikmu. Walaupun mereka bukan keluarga aslimu, tapi cinta mereka asli Lif. Prasangkamu berlebihan.
Huh, sebegitu fokusnya aku kepadamu, membuatku lupa bahwa bintang-bintang di atas sini sangat banyak. Sepertinya mereka mencoba meredamkan amarahku. Dan upaya mereka berhasil.
Sayang sekali, keindahan tempat ini tak akan pernah benar-benar terasa indah di mataku. Begitu juga dengan Ujang, Ariel, Ucok, Danar, dan juga Fadil. Mereka tak bisa lagi merasakan indahnya gunung sama seperti dulu.
Ujang masih suka mendaki Lif. Tapi dia selalu bilang bahwa setiap dia naik gunung-gunung yang berbeda-beda, yang ia rasakan selalu sama: hambar. Kekagumannya akan alam tertutup dengan rasa penyesalannya.
Aku selalu katakan padanya, sekalipun dia di sampingmu, sekalipun dia terjaga pada malam itu, kamu akan tetap bunuh diri di sini. Kamu bukan orang yang mudah untuk ditaklukan. Sayang sekali, kamu memilih mati di sini.
Maaf surat ini hanya berisi kekecewaanku. Karena harapan sudah sirna di atas sini, di ketinggian ini.
Berbeda denganmu Lif. Aku tak mengharapkan sesuatu yang terlalu jauh. Menginginkan orang yang sudah mati untuk hidup lagi adalah sesuatu yang konyol. Aca memilih kematiannya, dan kamu berharap sebuah penghidupan kepada sang bintang jatuh? Jika bintang memiliki kemampuan mengabulkan semua doa, dia akan berdoa untuk tidak jatuh Lif. Sayang sekali kamu keliru ketika menghendaki ajalmu.
Aku tidak akan berharap pada bintang jatuh untuk membuatmu hidup lagi. Seperti yang aku katakan, harapanku sudah sirna di sini, dua tahun yang lalu. Alif yang bijaksana tak sebijak itu. Maka tak ada lagi harapan yang bijaksana untukmu. Nikmatilah kematianmu Lif. Karena prasangkaku kematianmu sangat tak mengenakkan. Semoga tak tersiksa terlalu dalam pada sebuah penyesalan.
Tak perlu seribu malam untuk membalas isi pesanmu Lif. Karena kamu bukan sesuatu yang amat berharga seperti apa yang pernah aku bayangkan. Aku tak bisa stagnan sepertimu. Aku harus terus bergerak, karena waktu tak membiarkanku untuk berhenti. Maaf aku terlalu jujur mengatakannya.
Angin malam memang mengerikan, tapi aku tidak terlalu bodoh untuk menghadapinya. Aku persiapkan jaket tebalku untuk menemuinya. Dia tak akan berhasil menyiksaku, dan aku tak pernah mencoba lari darinya.
Esok aku akan ke puncak. Perjalananku masih panjang. Aku pamit untuk istirahat Lif. Maaf, tak ada kata-kata indah untukmu. Pujianku hanya keluar untuk orang-orang yang layak kupuji. Tidak untuk pecundang yang sok puitis menghendaki mati di sini. Selamat tinggal untuk selamanya kawanku.
Ps: Aku membawa kamera, untuk kuperlihatkan bintang-bintang ini kepada ibu dan adik-adikmu. Mereka ingin melihatnya.
@pleasure.kim (Instagram) |