Gejolak memuncak. Aliran darah mengalir kencang. Hasrat sulit ditahan. Pikiran kacau, tak fokus terhadap sesuatu yang ada di depan mata. Ia berimajinasi sangat liar. Nafsu menggerogoti jiwa. Berusaha menguasai tubuh. Memaksanya agar ejakulasi. Hampir seluruh manusia di bumi dikalahkan oleh nafsu. Tak ada wujud pada nafsu. Tapi ia menggairahkan. Nafsu memang mengerikan.
Kepala menjadi pening, mata berdenyut-denyut, mencoba melawan kebiasaan ejakulasi. Dia terus melawan nafsu. Yakin dibalik kesulitan ini akan ada kebanggaan menundukkan nafsu. Demi jiwa yang suci. Demi menghamba pada Tuhan Yang Maha Suci. Lawan. Lawan. Lawan.
Ejakulasi sungguh memalukan. Apalagi Dia Maha Melihat. Malaikat juga melihat. Mereka yang telah mati juga melihat. Orang tuanya yang sudah mati juga melihat. Adik dan kakaknya yang baru mati kemarin juga melihat. Mereka semua malu, malu, malu.
Tapi apalah kemaluan itu. Nafsu tak memiliki malu. Demi hasrat dan kelegaan, dia rela mengabaikan malu. Pikirannya kacau. Nafsunya tak berhenti. Justru semakin menjadi-jadi. Sekali lagi, lawan, lawan, lawan.
Aliran darah semakin kencang. Wanita-wanita bergentayangan dalam imajinasinya. Cantik dan seksi. Bagai Bidadari Surga. Bidadari Surga? Tak bisa, tak bisa, tak bisa. Demi Bidadari Surga nafsu harus ditundukkan. Bungkam. Bungkam. Bungkam.
Dia tutup telinga rapat-rapat. Memejamkan mata erat-erat. Ia atur nafas dalam-dalam. Mengingat Kebesaran Tuhan. Mengingat Kemurkaan Tuhan. Tak ada celah untuk Surga, bagi mereka yang kalah terhadap dunia. "Pasti bisa menguasai nafsu," gerutunya.
Dalam gemuruh pikiran kotor, ada satu imajinasi yang indah, yang tidak berkaitan dengan perempuan. Yakni jiwa yang putih bersih. Wujudnya mirip dengan dirinya. Hanya saja lebih bersih dan tampan. Aroma tubuhnya wangi. Dia-lah yang berjiwa suci.
Suci diperoleh dengan upaya. Mereka tak datang dengan sendirinya. Tak seperti rezeki yang bisa datang kapan saja. Suci diperoleh dengan lebih dari susah payah. Hal ini karena tak ada manusia yang berhasil mendapatkan puncak jiwanya. Jiwa yang putih, bersih dan tampan adalah wujud dirinya yang mampu mengalahkan nafsu. Dia juga ingin menjadi jiwa itu. Putih, bersih, dan tampan.
***
Nafsu perlahan-lahan berhenti. Dia berhasil ditangani. Lega, karena untuk pertama kalinya dia berhasil mengalahkan nafsu. Tak ada ejakulasi untuk malam ini. Karena dia berhasil menundukkan birahi.
Imannya lebih kuat. Takwanya lebih agung. Tapi semua ini tak ada gunanya jika tak bisa bertahan sampai ajal tiba. Tak ada yang lebih baik dari seseorang yang mati dalam keadaan takwa walaupun ketakwaannya diperoleh semenit sebelum ajal tiba. Daripada mereka yang sudah bertakwa lama, namun mati dalam keadaan zina.
Dia membayangkan ketika malaikat mendatanginya, hendak mencabut nyawanya, tapi dia dalam keadaan ejakulasi. Suci tidak, memalukan iya. Padahal manusia bisa memilih kematiannya sendiri. Sulit memang untuk menetap pada kesucian. Tapi demi Bidadari Surga harapannya, dan demi kehidupan kekal, dia harus melawan nafsu dunianya.
Dia lahir dari hasil pemerkosaan. Ibunya tak menggugurkannya. Tapi membuangnya setelah lahir.
Dia tak bisa memilih kelahirannya, tapi mampu menentukan kematiannya. Dia tak ingin mati seperti lahir, yang dianggap kotor, bahkan oleh Ibunya sendiri. Ibu yang telah diperkosa. Oleh ayahnya sang pemerkosa. Dia berasal dari benih pemerkosa. Tak ingin ia seperti ayahnya, yang telah dikuasai oleh nafsu. Nafsu telah menjadi musuhnya.
Tak ada Nafsu mulai malam ini. Yang ada rasa benci.
*Gambar ilustrasi oleh Edebiyat (Instagram: @bir.safderun)