Evaluasi untuk Parman mengenai Halalbihalal

Tidak ada komentar

Evaluasi untuk Parman tentang Halalbihalal

"Mengenai acara kemarin, kami sampaikan bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 2.350.000, meliputi: snack dengan biaya Rp. 1.950.000; teh dengan biaya Rp. 150.000; untuk ustad dengan biaya Rp. 150.000; dan untuk tenaga pemuda dengan biaya Rp. 100.000. Sedangkan uang yang kami terima adalah Rp. 2.500.000, meliputi: uang jimpitan menganggarkan Rp. 1.000.000; dan uang kas RT menganggarkan Rp. 1.500.000. Maka tersisa Rp. 150.000. Sisa uang ini kami serahkan kembali kas RT, melalui bapak Wicaksono, selaku bendahara RT. Sekian laporan yang bisa kami sampaikan, kurang-lebihnya kami mohon maaf."

Parman kembali memperbaiki posisinya, dari mode santun kembali ke mode santuy. Ia hisap rokoknya lagi, sembari menikmati arem-arem isi suwir ayam. Ini adalah arem-arem keduanya, yang ia dapat dari Badrun, karena Badrun tak menyukai arem-arem.

Rp. 1.950.000 - Snack, order bu Budi
Rp. 150.000 - Teh, order Mak'e

Rp. 150.000 - Ustad Hanif Abu Fais Al Hafidz

Rp. 100.000 - Tenaga untuk pemuda

Rp. 2.350.000 - Total Pengeluaran

"Baik, mas Parman, laporan saya terima. Tapi mohon maaf, ada beberapa yang hendak disampaikan dari bapak-bapak mengenai acara halalbihalal kemarin, yang mungkin bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi."

"Nggih, pak RT, silakan."

"Saya ada satu, pak RT."

"Silakan, pak Yanto."

"Baik, pak RT, terima kasih. Jadi gini, mas Parman. Kemarin setelah tausiyah dari pak Ustad, kok tidak ada doa dari beliau. Biasanya setelah tausiyah itu selalu ada doa. Bahkan doa itu termasuk bagian vital dari acara halalbihalal. Saya harap ke depannya diperhatikan lagi. Karena 'kan ini termasuk acara besar di desa kita. Alangkah baiknya dipersiapkan lebih matang. Gitu saja dari saya."

"Nggih, pak Yanto. Terima kasih masukannya. Saya langsung jawab nggih, pak RT."

"Ya, mas. Silakan."

"Terima kasih banyak, pak Yanto, telah mengingatkan kami mengenai masalah teknis tersebut. Berdasarkan rencana, doa dari pak Ustad itu ada di dalam susunan acara kami. Namun, karena kurangnya komunikasi dari pihak kami, doa tersebut justru terlewatkan. Kami mohon maaf sebesar-besarnya kepada bapak-bapak sekalian, sehingga acara halalbihalal kemarin terasa kehilangan keintimannya. Sekali lagi kami mohon maaf dan akan kami jadikan kasus ini sebagai perbaikan di kemudian hari. Terima kasih."

Susunan Acara:
  1. Pembukaan
  2. Pembacaan Ayat suci Al-Qur'an
  3. Sambutan Ketua Pelaksana
  4. Sambutan Ketua RT
  5. Sambutan Pak RW/Pak Bayan (salah satu)
  6. Jeda snack keluar
  7. Tausiyah
  8. Doa
  9. Ikrar
  10. Penutup
  11. Salaman (kakung dengan kakung, putri dengan putri)

Belum sempat Parman kembali ke mode santuy, kritikan lain datang lagi mengarah padanya.

"Saya masuk, pak RT."

"Silakan, pak Tono."

"Terima kasih, pak RT. Begini, mas Parman. Kemarin 'kan acara besar seluruh warga desa. Tapi kenapa tidak ada makan besar dengan nasi. Kenapa cuman snack saja. Padahal 'kan ada pak Bayan di sana. Ada pak RW di sana. Malu kalau cuman diberi snack saja. Harusnya acara sebesar itu ada makan besarnya. Gitu, mas Parman."

"Nggih, pak Tono. Terima kasih masukannya. Saya langsung jawab nggih, pak RT."

"Ya, mas. Silakan."

"Terima kasih, pak Tono, atas masukannya. Sebelumnya, perlu diketahui bersama bahwa acara kemarin, meskipun ditangani oleh Karang Taruna, bukan berarti kami melaksanakannya tanpa diskusi dengan pihak bapak-bapak maupun ibu-ibu. Sebelum hari H pelaksanaan, setelah berdiskusi dengan bapak RT dan bapak Rudi, kami memutuskan untuk mengadakan rapat kecil yang terdiri dari perwakilan Karang Taruna, perwakilan pihak bapak-bapak, dan perwakilan pihak ibu-ibu. Dalam rapat kecil itu kami membahas beberapa pokok persoalan untuk acara halalbihalal kemarin, termasuk masalah konsumsi. Dalam rapat kecil itu terjadi diskusi panjang, seperti: berapa anggaran yang digunakan untuk konsumsi; jenis konsumsi macam apa yang akan dipilih; dan bagaimana pengelolaannya, gotong royong masak bersama 'kah, pesan ke orang lain 'kah. Seperti itu."

Parman memberi jeda, agar bapak-bapak dapat menelaah apa yang telah ia sampaikan barusan.

"Melihat acara ini diselenggarakan seminggu setelah Idul Fitri, maka kami putuskan untuk pesan saja dan dengan jenis konsumsi snack 'besar', yang ada karbo di dalamnya, seperti arem-arem yang saya pegang ini. Jika diandaikan kita menerapkan jenis konsumsi dengan makan besar, yang diisi nasi opor misalnya, apakah pihak ibu-ibu mampu menyiapkannya dalam waktu dekat setelah lebaran. Apakah mereka siap lelah setelah kembali dari kampung halamannya. Pada rapat itu, saya mewakili Karang Taruna juga menyampaikan keberatan kami jika jenis konsumsi yang akan dihidangkan adalah makanan besar. Selain lelah karena mudik, kami juga tak ingin terlalu lelah setelah acara itu, yang mana kami perlu cuci piring dan gelas, mengembalikan meja dan kursi, dan masih bersih-bersih sampah."

"Juga perlu dipahami bahwa momen halalbihalal adalah momen kumpul bersama, bersilaturahim, dan saling bercengkerama satu sama lain. Akan lebih mudah mencapai tujuan tersebut jika kami memilih jenis konsumsi yang sederhana. Berbanding terbalik jika kami memilih jenis makan besar, yang melibatkan beberapa ibu-ibu di dapur, yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial, karena yang lain dapat duduk manis di acara tersebut, sedangkan mereka harus repot di dapur, meladeni. Hal semacam ini kami hindarkan agar acara tersebut tak kehilangan keintimannya."

"Begitu, pak Tono. Bukan bermaksud melecehkan dan menganggap remeh acara ini. Namun, kami berusaha memahami juga pihak ibu-ibu dapur yang ingin duduk manis menikmati acara kemarin. Mungkin, di agenda lain yang akan datang, dengan waktu persiapan yang cukup, dan tenaga yang mumpuni, kami bisa melaksanakan makan besar tersebut, bersama-sama. Sekian yang dapat kami sampaikan, mungkin Badrun atau pak Riyanta, selaku rekan saya dari Karang Taruna juga bisa menambahkan."

Badrun menggeleng, pak Riyanta membenarkan posisi duduk.

"Saya menambahkan dikit, Pak RT."

"Silakan, Pak Riyanta."

"Terima kasih. Apa yang dijelaskan mas Parman benar, bahwa telah diadakan rapat kecil yang menghasilkan keputusan konsumsi untuk halalbihalal berjenis snack besar. Mengapa, karena panitia juga manusia, pak. Mereka juga mudik, mereka berhak merayakan idul fitri dan lebaran, mereka juga bisa merasakan jet lag. Maka, acara tersebut kami buat sesederhana mungkin namun tak kehilangan keintimannya. Sehingga kita semua, termasuk panitia, dapat menikmati acara halalbihalal ini. Apalagi sebagian dari kita juga jarang ikut bantu-bantu 'kan. Padahal ini acara bersama kita. Wajar kita buat sederhana, mengikuti kekurangbersamaan kita dalam gotong royong. Ngoten, Pak."

Sindiran pak Riyanta membuat rapat kian tegang. Badrun menikmatinya dengan tawa kecil yang ia tahan. Sedangkan Parman hanya diam, menikmati arem-aremnya. Parman menyadari kesibukan tiap-tiap orang. Dan ia juga memaklumi bahwa selalu ada tokoh menyebalkan dalam tiap cerita. Kali ini tokoh itu adalah pak Tono, yang tak pernah keluar untuk gotong royong, tapi rajin mengomentari.

"Baik, berhubung bakso sudah ada di muka, mari kita nikmati dulu." Ucap pak RT, mencairkan suasana.

"Saya nambahin dikit untuk evaluasi, pak RT. Sambil makan ndakpapa, keburu malam."

"Silakan, Pak Rudi."

"Kemarin, ketika jeda setelah sambutan dari pak Bayan, ketika teh dan snack keluar, harusnya ada musik mengiringi. Supaya tidak anyep atau sepi. Namun, karena sound system kita bermasalah, musik malah nggak keluar, jadinya nggak sesuai rencana. Nah, hal-hal teknis ini cukup mengganggu sekali. Mungkin bisa diselesaikan dengan pengadaan sound system baru atau menyewa ketika kita menghelat acara besar lagi. Ngapunten, sound system kita sekarang sudah nggak layak pakai lagi. Bahkan hampir merusak keintiman acara kemarin. Niku aja, pak, tambahan dari saya."

"Baik, pak Rudi, saya terima masukannya. Mengenai inventaris sound system kita bahas di lain kesempatan. Mohon dicatat di notulen pak Ahsan."

"Nggih, pak RT."

Parman menghela nafas panjang, mengabaikan bakso yang ada di depannya. Tak ada nafsu untuk melahap lagi, karena perutnya sudah penuh dengan arem-arem. Sebaliknya, Badrun berjingkrak merayakan kemenangan. Rupanya ia sengaja memberikan arem-aremnya kepada Parman, agar ia dapat melahap dua bakso karena Parman kekenyangan. Badrun sudah merencanakan hal ini sejak rapat dimulai.

Evaluasi untuk Parman tentang Halalbihalal

Komentar