"Urusan yang memisahkan antara kita (para muslimin) dengan mereka (orang-orang kafir) itu, ialah shalat. Maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh ia telah menjadi kafir." (H.R. Ahmad dan Daud dari Buraidah, At Targhib 1.342)
"Antara seorang Islam dan antara kekafiran, ialah meninggalkan shalat." (H.R. Ahmad dan Muslim dari Jabir, At Targhib, 1: 342)
Di atas adalah sabda dan petunjuk Rasul SAW. mengenai hukuman meninggalkan shalat. Berikut adalah penetapan dari para Fuqaha, Sahabat, Tabi'in, dan imam-imam agama terhadap orang-orang yang meninggalkan shalat:
An-Nawawi¹ menjelaskan:
"Orang yang mengingkari kewajiban shalat dianggap kafir dan keluar dari agama Islam menurut kesepakatan ulama, kecuali jika ia baru masuk Islam dan belum tahu kewajiban shalat."
¹ An-Nawawi, atau lengkapnya Yahya bin Sharaf al-Nawawi, adalah seorang ulama dan ahli hadits terkemuka dari Suriah yang hidup pada abad ke-13 (631-676 H/1233-1277 M). Ia dikenal karena kontribusinya yang besar dalam bidang fiqh (hukum Islam) dan hadits. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah "Riyadhus Shalihin" dan "Al-Arba'in An-Nawawiyyah" (Hadits Arba'in). An-Nawawi merupakan salah satu ulama besar dalam mazhab Syafi'i.
Jika seseorang meninggalkan shalat karena malas tetapi masih percaya bahwa shalat itu wajib, maka Imam Malik dan Asy-Syafi'i menetapkan bahwa:
"Orang tersebut tidak dianggap kafir, hanya dianggap fasik dan disuruh bertaubat. Jika ia tidak mau bertaubat, maka ia dihukum mati."²
² Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, "Pedoman Shalat", Cetakan ke-23 (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), hlm. 569.
Namun, sebagian ulama Salaf, termasuk Ahmad³ dan Ishaq⁴, menetapkan bahwa:
"Orang tersebut dianggap kafir dan dihukum mati sebagai seorang kafir."
³ Ulama Salaf Ahmad yang dimaksud adalah Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Ia adalah seorang ulama besar dan pendiri mazhab Hanbali dalam fiqh Islam. Ahmad bin Hanbal lahir pada tahun 780 M dan wafat pada tahun 855 M. Beliau dikenal sebagai seorang ahli hadits dan memiliki karya terkenal seperti "Musnad Ahmad," yang merupakan salah satu kumpulan hadits terbesar dalam Islam. Ahmad bin Hanbal juga dikenal karena keteguhannya dalam mempertahankan keyakinan Islam yang ortodoks, terutama selama periode Mihnah, ketika ia mengalami penyiksaan karena menolak doktrin yang dipaksakan oleh penguasa Abbasiyah waktu itu.
⁴ Ulama Salaf Ishaq yang dimaksud adalah Ishaq bin Rahwayh (kadang ditulis juga sebagai Ishaq ibn Rahuyah). Ia adalah seorang ulama hadits dan fiqh terkemuka pada abad ke-9 M. Ishaq bin Rahwayh lahir pada tahun 161 H (778 M) dan wafat pada tahun 238 H (853 M). Beliau adalah seorang ahli hadits yang sangat dihormati dan memiliki pengaruh besar di kalangan ulama Sunni. Ishaq bin Rahwayh juga dikenal sebagai guru dari beberapa ulama terkenal lainnya, termasuk Imam Bukhari. Meskipun beliau tidak mendirikan mazhab sendiri, kontribusinya dalam ilmu hadits dan fiqh sangat signifikan.
Abu Hanifah⁵ dan Al-Muzani⁶ menetapkan bahwa:
"Orang yang meninggalkan shalat tidak dianggap kafir dan tidak dihukum mati, hanya dipenjarakan dan diberi hukuman hingga kembali mengerjakan shalat."
⁵ Abu Hanifah, atau lengkapnya Nu'man bin Thabit bin Zuta, adalah seorang ulama dan pendiri mazhab Hanafi dalam fiqh Islam. Lahir pada tahun 699 M dan wafat pada tahun 767 M, Abu Hanifah dikenal sebagai salah satu imam besar dalam sejarah hukum Islam. Mazhab Hanafi adalah salah satu dari empat mazhab utama dalam fiqh Sunni dan dikenal karena pendekatannya yang rasional dan fleksibel dalam memahami hukum Islam. Abu Hanifah juga dikenal sebagai seorang ahli hadits dan sering dikaitkan dengan prinsip-prinsip ijtihad (penalaran hukum) dan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.
⁶ Al-Muzani, atau lengkapnya Abu Ibrahim Muhammad bin al-Hassan al-Muzani, adalah seorang ulama fiqh dan hadits dari abad ke-8 M. Lahir pada tahun 791 M dan wafat pada tahun 878 M, ia adalah seorang murid dekat dari Imam Syafi'i dan salah satu tokoh penting dalam mazhab Syafi'i. Al-Muzani dikenal karena karyanya dalam menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Imam Syafi'i, termasuk karya terkenalnya "al-Mukhtasar," yang merupakan ringkasan dari ajaran fiqh Syafi'i. Ia juga dikenal karena kontribusinya dalam menyusun dan mengkompilasi pandangan-pandangan hukum dalam mazhab Syafi'i.
Ulama yang menganggap orang yang meninggalkan shalat sebagai kafir beralasan dengan:
- Teks hadits-hadits yang telah disebutkan di atas.
- Mengqiyaskan (membandingkannya) dengan kalimat tauhid.
Sementara ulama yang tidak menganggap orang yang meninggalkan shalat sebagai kafir beralasan dengan sabda Rasulullah SAW.:
"Barang siapa yang mengucapkan 'Laa ilaaha illallaah,' maka ia akan masuk surga." (Hadits Riwayat Ahmad dari Ibnu Hurairah; An-Nail 1: 376; Ash-Shalah Ibnul Qayyim 39).
Ulama yang mendukung hukuman mati bagi orang yang tidak mau shalat setelah disuruh bertaubat beralasan dengan:
a. Sabda Rasulullah SAW.:
"Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, yakni musyrikin Arab, hingga mereka mengucapkan 'La ilaha illallaah,' mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melakukan semua itu, maka mereka akan terlindungi darah dan harta mereka dari saya." (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar; Nailil Authar 1: 364).⁷
⁷ Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, "Pedoman Shalat", Cetakan ke-23 (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), hlm. 570.
b. Firman Allah SWT.:
"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan membayar zakat, biarkanlah mereka bepergian." (QS. At-Taubah 9:5).
Ulama yang tidak mendukung hukuman mati bagi orang yang tidak shalat beralasan dengan:
Sabda Rasulullah SAW.:
"Darah seorang Muslim yang mengucapkan 'Laa ilaaha illallaah' dan 'Muhammadur Rasulullah' tidak boleh ditumpahkan kecuali karena tiga alasan: pertama, berzina, kedua, membunuh orang, atau ketiga, meninggalkan agama dan melawan jamaah." (Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim; Miftahul-Khathabah, 219).
Kesimpulan Hasbi Ash Shiddieqy (Pentahqiq):
Setelah kami memeriksa masalah ini, kami menyimpulkan:
- Jika seseorang meninggalkan shalat karena malas atau melakukan dosa karena ketidaktahuan, tetapi merasa menyesal dan ingin bertaubat, imannya tidak hilang dan ia tidak keluar dari agama, meskipun ia melakukannya berulang kali.
- Jika seseorang terus-menerus meninggalkan shalat tanpa merasa penyesalan, kekecewaan, atau kebutuhan untuk bertaubat, maka ia dianggap kafir karena tindakan tersebut menghilangkan iman.⁸
Perkataan ulama Salaf:
"Kami tidak menganggap seseorang Muslim sebagai kafir hanya karena ia melakukan dosa."
⁸ Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, "Pedoman Shalat", Cetakan ke-23 (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), hlm. 572.
Catatan:
Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy adalah seorang ulama, cendekiawan, dan intelektual Muslim Indonesia. Ia dikenal sebagai ahli dalam bidang ilmu tafsir, hadits, dan fiqh. Selain itu, ia juga merupakan seorang dosen dan penulis produktif yang telah menghasilkan banyak karya ilmiah dan buku-buku keagamaan. Hasbi Ash Shiddieqy memiliki peran penting dalam pengembangan studi Islam di Indonesia dan pernah menjadi Rektor IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Ar-Raniry di Banda Aceh. Karya-karyanya sering dijadikan referensi dalam studi-studi keislaman di Indonesia.
"Qiyas" dalam konteks hukum Islam berarti analogi atau pembandingan. Ini adalah metode ijtihad yang digunakan untuk menerapkan hukum Islam pada situasi baru dengan membandingkannya dengan kasus yang sudah ada berdasarkan kesamaan prinsip. Dalam praktiknya, qiyas melibatkan penarikan kesimpulan hukum dari kasus yang sudah ada dan diterapkan pada kasus baru yang mirip.