Paten adalah suatu “paten” yang diberikan kepada seorang penemu atas karya atau ide penemuannya di bidang teknologi, yang setelah diolah bisa menghasilkan sebuah produk atau hanya sebuah proses saja.¹ Hak Paten adalah bagian dari kekayaan intelektual yang mana termasuk pada kekayaan industri, yakni berhubungan dengan paten. Sebagaimana dengan kekayaan inteleketual lainnya, paten juga perlu perlindungan hukum. Alasannya adalah paten memiliki peran signifikan, terutama dalam bidang teknologi, dalam mendukung pembangunan dan memajukan kesejahteraan umum. Namun, hasil dari paten sendiri dapat dinikmati, dialihkan, dimanfaatkan maupun digunakan oleh pihak lain untuk memperoleh manfaat ekonomi, sehingga perlindungan hukum sangat diperlukan.² Terdapat hak eksklusif dalam paten yang dimana penemu berhak melakukan apa saja terhadap haknya, baik untuk dilisensikan kepada pihak lain maupun dinikmati sendiri. Untuk melindungi hak tersebut, lagi-lagi perlindungan hukum harus ditegakkan dalam paten.³ Indonesia menjadikan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten sebagai landasan untuk melindungi hak eksklusif penemu paten.
¹ Yoyon M Darusman, “Kedudukan Serta Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Paten dalam Kerangka Hukum Nasional Indonesia dan Hukum Internasional”, Jurnal Notarius, Volume 12, Nomor 1, 2019, hlm. 205.
² Syafrida, “Pentingnya Perlindungan Hukum Paten Warga Negara Asing Di Wilayah Indonesia Guna Meningkatkan Investasi Asing”, Jurnal Hukum: Adil, Volume 10, Nomor 1, Juni, 2019, hlm. 95.
³ Supangat, “Hak Paten (Immatareial) Sebagai Harta Waris”, Jurnal Islamadina, Volume XIV, Nomor 1, Maret, 2015, hlm. 100.
C. Tinjauan Tentang Hak Paten
Pasal 1 angka 1 UU Paten menjelaskan pengertian paten, yakni hak eksklusif yang diberikan oleh pemerintah kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi yang dalam perlindungannya tersebut dibatasi dengan jangka waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri temuannya atau memberikan kepada pihak lain dengan menggunakan lisensi. Temuan atau invensi tersebut adalah sebuah dari penemu yang dituangkan ke dalam sebuah kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.⁴ Orang yang menemukan temuan tersebut dalam bahasa hukum disebut sebagai inventor yang dapat terdiri dari seseorang maupun beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.⁵
⁴ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 1 angka 2.
⁵ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 1 angka 3.
Ada dua jenis paten, yakni paten biasa dan paten sederhana. Pada paten biasa telah dilakukan penelitian atau pengembangan yang mendalam dengan lebih satu klaim. Sedangkan pada paten sederhana tidak begitu menerapkan penelitian maupun pengembangan yang mendalam dan hanya terdapat satu klaim.⁶ Kedua jenis paten tersebut akan dilindungi haknya apabila inventor merupakan orang yang pertama kali melakukan permohonan pendaftaran paten pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Pendaftaran adalah hal yang wajib dilakukan sebagai upaya untuk melindungi haknya pada pengadilan apabila haknya dipakai oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan manfaat ekonominya.
⁶ Mochammad Bambang Ribowo, Kholis Roisah, “Perlindungan Hukum Terhadap Paten Sederhana dalam Sistem Hukum Paten di Indonesia (Studi Komparasi dengan Sistem Hukum Paten di Negara China)”, Jurnal Notarius, Volume 12, Nomor 1, 2019, hlm. 44.
Invensi yang bisa dijadikan paten adalah invensi yang baru atau merupakan penemuan baru. Inti dari kata “baru” tidak hanya terikat bahwa penemuan itu adalah hal yang pertama kalinya melainkan harus ada unsur kebaruan, termasuk pengembangan merupakan salah satu langkah paten. Artinya paten terdapat kebaharuan pada suatu temuan yang belum pernah ada sebelumnya baik berupa produk atau proses yang terdapat perubahan yang baru dari produk maupun dari proses yang sudah ada.⁷ Sedangkan untuk invensi yang tidak dapat diberi paten berupa:
- Makhluk hidup kecuali jasad renik.
- Proses produk yang penggunaan, pemanfaatan, atau pelaksanannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
- Dalam prosesnya manusia dan hewan sebagai percobaan.
- Teori dan metode pada ilmu pengetahuan dan matematika.⁸
⁷ Syafrida, “Pentingnya Perlindungan Hukum Paten..., hlm. 102.
⁸ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 9.
Subjek paten adalah inventor. Pemilik invensi dapat seorang individu maupun beberapa orang.⁹ Apabila inventor adalah orang yang membuat sebuah invesi karena bekerja sama dengan pihak yang memperkerjakannya, maka pemilik invensi tersebut adalah orang yang memperkerjakan inventor, kecuali terdapat perjanjian lain antara kedua belah pihak tersebut. Hak moral inventor tidak akan dihapus, melainkan akan terus tercantum di dalam sertifikat paten. Inventor pun juga akan mendapatkan royalti yang sesuai dengan perjanjian diantara keduanya.¹⁰ Hal yang sama dilakukan terhadap inventor yang mendapatkan invensi berkat pekerjaannya ketika hubungan dinas dengan instansi pemerintah. Pemegang hak adalah instansi tersebut, kecuali ada perjanjian lain yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Hak moral inventor masih ada dan inventor mendapatkan royalti sesuai dengan manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh invensinya.¹¹
⁹ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 10.
¹⁰ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 12.
¹¹ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 13.
Prinsip ideal adanya perlindungan pada paten sama persis dengan perlindungan pada semua kekayaan intelektual, yakni untuk melindungi seseorang yang telah menemukan ide, yang mana tidak dapat dipergunakan begitu saja dan dengan cuma-cuma oleh orang lain, yang mana hal tersebut adalah hasil jerih payah penemu yang telah melalui proses panjang berupa berpikir dan mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya.¹² Sistem perlindungan paten adalah sistem first to file, yang mana orang yang akan dilindungi haknya adalah orang yang pertama kali yang mendaftarkannya. Pendaftaran paten dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Kemudian pihak Dirjen KI melakukan pemeriksaan terhadap syarat-syarat permohonan, baik berupa identitas dan deskripsi tentang invensi.¹³ Selanjutnya, pemegang hak membayar biaya administrasi.
¹² Mochammad Bambang Ribowo, Kholis Roisah, “Perlindungan Hukum Terhadap Paten..., hlm. 49.
¹³ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 25.
Setelah persyaratan lengkap, biaya administrasi juga sudah dibayar, proses selanjutnya adalah pemeriksaan substantif. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah invensi baru tepat dan dapat diterapkan. Penemuan layak diberi paten apabila dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan praktis. Penemuan tidak hanya bersifat teoritis saja, melainkan dalam penerapannya juga dapat dilaksanakan.¹⁴ Setelah semua terpenuhi maka pemilik hak sudah mendapatkan haknya dengan jangka waktu selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan 10 tahun untuk jangka waktu paten sederhana. Kedua jenis paten tersebut tidak dapat diperpanjang.¹⁵ Selain itu pemegang hak paten memiliki kewajiban untuk membuat produk tersebut atau menggunakannya di wilayah hukum, yakni Indonesia.¹⁶
¹⁴ Mochammad Bambang Ribowo, Kholis Roisah, “Perlindungan Hukum Terhadap Paten..., hlm. 50.
¹⁵ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 22 dan 23.
¹⁶ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 20.
Hak paten dapat dialihkan melalui wasiat, hibah, wakaf, warisan, perjanjian tertulis maupun oleh sebab-sebab lain yang dibenarkan dalam peraturan perundang-undangan. Pengalihan tersebut tidak menghapus hak moral inventor. Seberapa banyak pengalihan dilakukan, nama inventor tetap tercantum di dalam sertifikat paten. Kewajiban dalam pengalihan adalah harus dicatat dan kemudian diumumkan di dalam Berita Acara Paten.¹⁷ Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka pihak yang mendapat hak melalui pengalihan tersebut tidak akan berakibat hukum.
¹⁷ Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Pasal 74.