Merek adalah sebuah ikonik atau gambar ataupun tulisan yang mewakili suatu produk yang berfungsi sebagai pembeda antara produk satu dengan produk lainnya. Dapat disimpulkan bahwa merek adalah pengenal atau identitas suatu produk. Sehingga konsumen dapat dengan mudah menentukan apa yang hendak mereka beli dengan melihat identitas produk tersebut.¹ Merek memiliki dua macam jenis, yakni merek berupa barang dan merek berupa jasa. Menurut Prof Molengraaf, merek adalah “dipribadikanlah suatu barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga dapat dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat, dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain.”² Berdasarkan kalimat tersebut yang muncul pada era Prof Molengraaf, merek adalah identitas yang diakui hanya pada sebuah barang, belum mengenal adanya merek jasa.³
¹ Sulastri dan kawan-kawan, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware)”, Jurnal Yuridis, Volume 5, Nomor 1, Juni, 2018, hlm. 162.
² Dikutip oleh Rakhmita Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya Pembeda Menurut Perspektif Hukum di Indonesia”, Jurnal Cahaya Keadilan, Volume 6, Nomor 1, 2018, hlm. 4.
³ Rakhmita Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya Pembeda Menurut Perspektif Hukum di Indonesia”, Jurnal Cahaya Keadilan, Volume 6, Nomor 1, 2018, hlm. 4.
D. Tinjauan Tentang Hak Merek
Objek merek adalah sebuah karya seseorang yang berupa tanda, baik itu gambar, tulisan, maupun kombinasi dari keduanya yang dibuat untuk membedakan barang yang satu dengan yang lainnya yang sejenis. Merek tersebut memiliki nilai moral maupun material atau komersial. Selain itu terdapat reputasi di dalamnya yang mana merupakan sebuah bentuk hak milik. Artinya, secara tidak langsung maupun secara langsung, merek mewakili kualitas, imej, dan reputasi suatu produk.⁴ Maka dari itu perlindungan hukum terhadap merek sangat penting karena sangat memungkinkan bahwa merek yang dimiliki pihak lain, terutama merek tersebut sudah terkenal dimana-mana, dapat ditiru, dibajak, bahkan dipalsukan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab untuk mengembangkan bisnisnya.⁵
⁴ Yayuk Sugiarti, “Perlindungan Merek Bagi Pemegang Hak Merek Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek”, Jurnal Jendela Hukum, Volume 3, Nomor 1, April, 2016, hlm. 32.
⁵ Sulastri dan kawan-kawan, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek..., hlm. 162.
Hak merek merupakan salah satu kajian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual yang termasuk di dalam Kekayaan Industri. Hak merek sebenarnya diawali dari temuan-temuan dalam bidang kekayaan intelektual lainnya, salah satunya adalah hak cipta. Pada sebuah merek ada unsur ciptaan seperti desain huruf atau desain logo. Sedangkan pada hak cipta selalu diikuti dengan sebuah seni. Perbedaannya adalah hak merek bukan hak cipta yang mana dalam bidang desain yang terdapat seninya tersebut dilindungi. Melainkan yang dilindungi tersebut adalah mereknya, kembali lagi bukan seninya. Merek tersebut terbatas hanya pada penggunaan dan pemakainnya pada produk-produk yang dipasarkan dan terdapat manfaat ekonominya.⁶ Dengan seiring berkembangnya waktu dengan mengikuti kemajuan dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial-budaya, dan teknologi informasi, hukum merek juga ikut berkembang. Sumber hukum Hak Merek di Indonesia diatur di dalam UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
⁶ Sulastri dan kawan-kawan, “Perlindungan Hukum Terhadap Merek..., hlm. 161.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Merek dan IG menjelaskan bahwa merek adalah: “tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan dan/atau jasa.” Pada angka 2, 3, dan 4 pada pasal yang sama menjelaskan bahwa ada 3 jenis merek, yakni merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif. Merek dagang digunakan pada barang yang diperjual-belikan, merek jasa untuk jasa yang diperdagangkan dan untuk merek kolektif adalah merek yang digunakan untuk barang, jasa, atau keduanya oleh beberapa orang maupun badan hukum.⁷
⁷ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1.
Hak merek adalah hak eksklusif yang didapat apabila pemilik merek telah melakukan upaya pendaftaran dan dikabulkan oleh negara.⁸ Sistem yang diterapkan pada hak merek adalah sistem first to file. Apabila seseorang mempunyai merek dan tidak terdaftar, kemudian ada orang yang tidak bertanggung jawab melakukan pencatutan, meniru, maupun membajak merek tersebut, maka orang yang tidak bertanggungjawab tersebut tidak dapat dikenakan sanksi. Alasannya adalah pengadilan tidak dapat melakukan pembuktian terhadap hak merek yang tidak terdaftar tersebut. Akan menjadi semakin buruk apabila pihak yang tidak bertanggungjawab tersebut justru yang mendaftarkannya terlebih dahulu. Pihak yang membuat merek tersebut dapat disengketakan dan mengalami kerugian.⁹
⁸ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 5.
⁹ Rakhmita Desmayanti, “Tinjauan Umum Perlindungan Merek..., hlm. 7.
Beberapa merek tidak dapat dilindungi dengan beberapa alasan, yakni merek tersebut bertentangan dengan agama, moralitas, kesusilaan, ideologi negara, peraturan perundang-undangan, dan ketertiban umum. Kemudian hak merek tersebut juga terdapat unsur yang menyesatkan masyarakat mengenai jenis, kualitas, ukuran, tujuan, macam, atau asal dari barang maupun jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Hak merek juga tidak akan dilindungi apabila menggunakan nama salah satu varietas tanaman yang dilindungi. Atau sama dengan produk yang sudah ada. Atau menggunakan nama maupun lambang milik umum.¹⁰
¹⁰ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 20.
Setelah merek didaftarkan dan persyaratannya diterima, langkah selanjutnya adalah pemeriksaan substantif. Pemeriksaan substantif ini diperlukan sebagai upaya untuk menilai apakah merek ini memiliki perbedaan dengan merek-merek lainnya atau sudah ada.¹¹ Apabila merek tersebut tidak mengalami kendala pada saat pemeriksaan substantif, maka merek tersebut telah lolos dan berlaku selama 10 tahun terhitung sejak awal penerimaan. Perlindungan hak merek juga dapat diperpanjang dengan jangka yang sama, yakni 10 tahun.¹² Selain itu hak merek juga dapat dialihkan kepada pihak lain dengan cara wasiat, hibah, warisan, wakaf, perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan di dalam peraturan perundang-undnagan. Pengalihan tersebut wajib dicatat dan kemudian diumumkan pada Berita Resmi Merek. Apabila pengalihan hak merek yang terdaftar tidak dicatatkan, maka pihak ketiga tidak akan dapat perlindungan dari negara.¹³
¹¹ Sanusi Bintang, “Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam Hukum Indonesia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Volume 20, Nomor 1, April, 2018, hlm. 31.
¹² Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 35.
¹³ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 41.
Pemilik hak merek diperbolehkan memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan mereknya. Pemberian lisensi hampir sama dengan pengalihan hak, yakni wajib dicatatkan dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pemilik hak dapat memberikan lagi lisensinya kepada pihak yang lain selain orang pertama yang diberikan lisensinya tadi. Kecuali jika ada perjanjian lain antara orang pertama yang dilisensikan dengan pemilik hak.¹⁴ Namun ada satu jenis merek yang tidak dapat dilisensikan, yakni merek kolektif.¹⁵
¹⁴ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 42 dan 43.
¹⁵ Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 50.