Kontrak, baik dalam bahasa Inggris (contracts) maupun Belanda (overeenkomst), sering disebut perjanjian. Akan tetapi, dalam bukunya, "Hukum Bisnis untuk Perusahaan", Abdul R. Saliman lebih memilih menggunakan istilah kontrak daripada perjanjian.
A. Pengertian Kontrak
Kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu. Kesepakatan itu biasanya tertulis. Para pihak yang sepakat harus mematuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut, yang kemudian menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian, kontrak menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terlibat, dan menjadi sumber hukum formal jika kontrak tersebut sah.¹
¹ Abdul R. Saliman, "Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus", (Jakarta: Kencana, 2011), Cetakan Ke-6, hlm. 45.
B. Syarat Sahnya Kontrak
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, kontrak adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
- Syarat subjektif, yakni kondisi yang, jika dilanggar, dapat membatalkan kontrak. Syarat ini meliputi:
- a. Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan sehat), yakni pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak harus sudah dewasa secara hukum dan tidak mengalami gangguan mental yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memahami dan mengikatkan diri dalam perjanjian.
- b. Kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat, yakni semua pihak yang membuat kontrak harus setuju dengan isi dan syarat-syarat perjanjian tersebut secara sadar dan tanpa paksaan.
- Syarat objektif, yakni syarat yang, jika dilanggar, maka kontrak akan batal secara hukum. Syarat-syarat tersebut adalah:
- a. Objek yang jelas, yakni hal atau barang yang menjadi bagian dari kontrak harus spesifik dan dapat ditentukan dengan pasti. Semua pihak harus tahu dengan jelas apa yang menjadi objek kontrak, seperti barang, jasa, atau hak tertentu. Misalnya, dalam kontrak jual beli, objeknya bisa berupa motor dengan jenis dan spesifikasi tertentu.
- b. Sesuatu sebab yang halal (kausa²), yakni tujuan atau alasan di balik kontrak harus sesuai dengan hukum dan tidak melanggar aturan yang berlaku. Kontrak tidak boleh dibuat untuk sesuatu yang melanggar hukum, moral, atau kebijakan publik. Misalnya, kontrak untuk melakukan kegiatan ilegal seperti pelayanan jasa seks komersial tidak akan sah secara hukum.
² Kausa berarti alasan atau tujuan dari suatu tindakan atau perjanjian. Dalam konteks hukum kontrak, kausa merujuk pada alasan utama mengapa para pihak membuat kontrak tersebut, seperti tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak. Kausa harus sah dan sesuai dengan hukum agar kontrak dianggap berlaku.
Contoh kausa dalam kontrak:
- Kausa dalam kontrak jual beli: Tujuannya adalah untuk memindahkan hak kepemilikan barang dari penjual ke pembeli dengan imbalan sejumlah uang. Jadi, kausa dari pihak penjual adalah menerima uang, sementara kausa dari pihak pembeli adalah memperoleh barang.
- Kausa dalam kontrak sewa: Tujuannya adalah untuk memberikan hak kepada penyewa untuk menggunakan suatu barang atau properti dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan uang sewa. Kausa dari pemberi sewa adalah mendapatkan uang sewa, sementara kausa penyewa adalah menggunakan properti.
- Kausa dalam kontrak kerja: Tujuannya adalah menyediakan pekerjaan dengan imbalan gaji. Kausa dari pemberi kerja adalah mendapatkan hasil pekerjaan, sementara kausa dari pekerja adalah menerima gaji atau kompensasi.
C. Asas dalam Berkontrak
Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dari pasal ini diketahui bahwa asas-asas dalam berkontrak meliputi:
- Konsensualisme, yakni perjanjian dianggap sah jika sudah ada konsensus (kesepakatan) antara pihak-pihak yang membuat kontrak.
- Kebebasan berkontrak, yakni seseorang bebas untuk membuat perjanjian, memilih apa yang akan disepakati, dan menentukan bentuk kontraknya.
- Pacta sunt servanda (janji harus ditepati), yakni kontrak adalah hukum (undang-undang) yang mengikat bagi pihak-pihak yang membuatnya.
- Asas Kepercayaan.
- Asas Persamaan Hak.
- Asas Keseimbangan.
- Asas Moral.
- Asas Kepatutan.
- Asas Kebiasaan.
- Asas Kepastian Hukum.³
³ Abdul R. Saliman, "Hukum Bisnis untuk Perusahaan..., hlm. 46.
D. Sumber Hukum Kontrak
Sumber hukum kontrak meliputi:
- Kesepakatan antara para pihak (kontrak).
- Undang-undang, yakni terdiri dari:
- a. Hanya dari undang-undang itu sendiri.
- b. Dari undang-undang karena suatu tindakan, yakni terdiri dari
- 1) Tindakan yang dibolehkan (zaakwaarneming); dan
- 2) Tindakan yang melanggar hukum, misalnya karyawan yang membocorkan rahasia perusahaan. Meskipun tidak disebutkan dalam kontrak kerja, perusahaan dapat menuntut karena perbuatan itu melanggar hukum (onrechtmatige daad), sesuai Pasal 1365 KUH Perdata.