Aku adalah Athena: Menyukai Kebebasan

Tidak ada komentar

Aku adalah Athena, Menyukai Kebebasan

Aku adalah Athena. Menyukai kebebasan. Bisa melakukan banyak hal. Dan suka berdagang. Dalam pelayaranku menuju tempat niagaku, aku memahami banyak perbedaan. Keberagaman inilah salah satu muasal kebebasanku 'ada'.

Aku menggandakan ilmu di setiap tempat aku singgah, dan menyimpannya di dalam kepala. Hal ini membuatku sadar, bahwa apa yang sedang berlaku sekarang belum tentu suatu keadaan yang paling baik. Aku harus terus melakukan pembaruan, karena hidup berkembang sangat cepat. Aku tak ingin ditaklukan dengan mudah oleh dunia. Terutama dunia sekarang.

Aku adalah Athena. Sekali lagi, menyukai kebebasan. Takkan kubiarkan diriku dikuasai oleh orang asing. Termasuk Persia, penguasa dunia waktu itu. Nama lainnya adalah 'Vicia'.

Pertama adalah Vicia yang dipimpin Darius. Datang kepadaku dengan pasukannya yang melebihi jumlah orang-orangku. Mereka singgah di kota Marathon. Aku mengepungnya. Pasukannya lebur akan akalku.

Seperti dugaanku, sebagian dari mereka akan menuju kepadaku dengan kapal layar. Sayang sekali, selain akal, kami juga punya fisik yang kuat. Kuperintahkan pasukanku untuk lari dari kota Marathon menujuku. Orang-orangku melampaui kapal layar itu. Pasukan Vicia yang dipimpin oleh menantu Darius, pulang setelah melihat pasukanku bersiap di dermaga. Kemenangan pertama kami.

Darius adalah watak kekanakan Vicia, kekanakan yang tidak sewajarnya. Dia manja, manja yang tidak sewajarnya. Juga suka cemburu, cemburu yang tidak sewajarnya. Dia berlebihan dalam segala hal yang negatif. Segalanya ditempatkan pada yang bukan tempatnya.

Aku tak ingin menurutinya. Aku tak ingin ditaklukan sifat-sifat itu. Karena aku adalah Athena, menyukai kebebasan. Kebebasan membuatku mengerti banyak hal. Aku tak ingin dikekang, karena kekangan dapat membuat akalku menjadi tumpul. Dan wawasanku menjadi sempit. Dia sendiri yang menginginkan perang. Aku mengiyakan. Lalu, hanya aku yang merayakan. Dia pulang dengan kekalahan.

Kemenanganku karena Miltiades. Dia adalah sosok yang kuat dan berhati-hati. Dialah yang memerintah seluruh pasukanku lari menuju kota Marathon dan membungkam pasukan kiriman Darius yang sedang singgah di sana. Lalu berpikir cepat untuk lari kembali kepadaku dan bersiap untuk berperang dengan pasukan kiriman Darius yang lain. Sayang sekali Darius takut, dan aku yang menang.

*

Waktu bergerak begitu cepat. Anehnya, ada hujan di musim kemarau. Sama anehnya dengan Vicia yang dipimpin Xerxes. Dia terlalu bernafsu ingin menguasaiku.

Pasukan Xerxes lebih besar dari pasukan Darius. Aku harus gunakan akalku dengan bijak. Dan kali ini strategiku harus lebih efektif dari apa yang pernah aku pikirkan.

Jika menggunakan cara yang sama seperti menghadapi Darius dengan Miltiades, aku pasti akan kalah. Kali ini harus lebih efektif, lebih cerdas, dan lebih akurat. Sosok yang tepat menangani ini adalah Themistokles. Kubiarkan diriku dikuasainya. Aku berharap penuh pada sosoknya.

Kebijakan yang ia keluarkan cukup mengagetkanku. Seluruh warga kota (jiwaku) diperintahkan untuk mengungsi. Aku (Athena) dibiarkan kosong begitu saja. Dalam kekosongan itu Xerxes datang kepadaku, memasukiku, lalu membakarku dan merayakan kemenangan atas diriku. Ia berpikir jika raga sudah dikuasainya, maka jiwaku juga miliknya.

Salah. Jiwaku masih merdeka.

Malah, jiwaku melihat pembakaran ragaku di suatu tempat yang disebut Salamis. Kami, sukma-sukmaku, melihatnya dari kejauhan dengan rasa penasaran terhadap apa yang akan Xerxes lakukan setelah menyadari bahwa kami belum dikuasainya.

Dia (Xerxes) mengutus seluruh pasukan dengan kapal layarnya yang besar, menuju ke Salamis, tempat kami berada. Dia ingin menangkap kami. Themistokles adalah sukmaku yang paling cerdas. Ia hancurkan kapal besar Xerxes dengan kapal kecil kami.

Xerxes kebingungan, bagaimana bisa kapal yang dibuat dari bahan terbaik bisa ditenggelamkan oleh kapal-kapal kecil milikku. Keanehan ini sama seperti penghujan di musim kemarau. Alam memang memiliki sifat aneh. Mereka tak bisa diduga dan diterka. Mereka adalah kebebasan abadi. Mereka bisa berbuat semaunya, sekehendaknya. Themistokles memanfaatkan keanehan itu. Alam dan geografis Salamis adalah rencana utamanya. Keputusan tepat memercayakan Themistokles untuk memimpin diriku. Kemenangan kedua kami.

Vicia 'Xerxes' adalah Vicia yang menyebalkan. Dia berbeda dengan Darius yang mudah ditangani. Xerxes lebih tangguh. Dia gunakan semua kemampuannya untuk menguasaiku. Lupa akan segala hal yang terjadi diantara kami. Dia sangat bernafsu. Nafsu itu bukan atas kehendaknya sendiri. Orang-orang disekitarnya memberikan tekanan, dan dia terpengaruh.

Xerxes adalah bagian Vicia yang belum pernah kutemui sebelumnya. Dia adalah Vicia yang baru, yang lahir karena hasutan dan keputusasaan. Sebetulnya, aku mulai menyukainya. Sayangnya, dia terlalu tergesa-gesa. Negosiasi gagal. Dia memilih berperang. Maka kupersiapkan diri. Kali ini dia hampir menang. Atau bisa dibilang, dia pikir dia menang. Tapi aku lebih pandai. Dia terkulai, pasrah, kemudian marah. Aku menari-nari lagi dalam perayaan kemenangan kedua. Walaupun dalam memperoleh kemenangan itu, kubiarkan ragaku habis dibakar. Demi pembaruan, kubiarkan ragaku terbakar. Seperti kalimat Nietzsche, "Bagaimana mungkin engkau bisa menjadi baru, jika engkau tidak menjadi abu terlebih dulu." Akan kubuat raga yang lebih indah dari yang sebelumnya. Maka kuucapkan terima kasih kepada Vicia. Serangannya membuatku belajar tentang konsep pembaruan hidup.

Vicia selalu gagal karena aku adalah Athena, yang menyukai kebebasan.

Komentar