Dr. H. Supardin, M.H.I. - Penggolongan Ahli Waris Part 2

Tidak ada komentar

Penggolongan Ahli Waris - Dr. H. Supardin, M.H.I.

Penggolongan ahli waris yang diutarakan pada tulisan ini bersumber dari buku yang berjudul "Fikih Mawaris & Hukum Kewarisan (Studi Analisis Perbandingan)", yang ditulis oleh Dr. H. Supardin, M.H.I., dan diterbitkan oleh Pusaka Almaida, Gowa, Sulawesi Selatan, pada tahun 2020.

Daftar Isi:

  • A. Sistem Penggolongan Ahli Waris menurut Fikih Mawaris
  • B. Sistem Penggolongan Ahli Waris Menurut Hukum Kewarisan Islam
  • C. Sistem Penggolongan Ahli Waris Menurut KUHPerdata


PENGGOLONGAN AHLI WARIS

B. Sistem Penggolongan Ahli Waris Menurut Hukum Kewarisan Islam

Penggolongan atau pengelompokan ahli waris versi hukum kewarisan Islam di Indonesia diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, khususnya pada pasal 171 sampai dengan pasal 214. Penggolongan ahli waris dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebut dengan istilah kelompok ahli waris. Kelompok ahli waris tersebut meliputi:

1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:

  1. golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
  2. golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda (suami) atau janda (istri).


2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.⁵

⁵Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), pasal 174.

Menurut hubungan darah dari golongan laki-laki meliputi:

1. Ayah

πŸ‘¨πŸ»✅️ — πŸ‘©πŸ»✖️
              |
        πŸ‘§πŸ»❌️

πŸ‘§πŸ»❌️: perempuan yang meninggal (pewaris).
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu pewaris).
πŸ‘¨πŸ»✅️: laki-laki yang masih hidup (ahli waris, ayah si pewaris).

2. Anak laki-laki

πŸ‘¨πŸ»❌️ — πŸ‘©πŸ»✖️
              |
        πŸ‘¦πŸ»✅️

πŸ‘¨πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, istri pewaris).
πŸ‘¦πŸ»✅️: laki-laki yang masih hidup (ahli waris, anak si pewaris).

3. Saudara laki-laki

πŸ‘¨πŸ»✖️ — πŸ‘©πŸ»✖️
           /   \
πŸ‘¦πŸ»✅️    πŸ§’πŸ»❌️

πŸ§’πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah pewaris).
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu pewaris).
πŸ‘¦πŸ»✅️: laki-laki yang masih hidup (ahli waris, saudara laki-laki pewaris).

4. Paman

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️ ——— πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️
             /     \
πŸ§”πŸ»✅️        πŸ‘¨πŸ»✖️ — πŸ‘©πŸ»‍🦰✖️
                                 |
                            πŸ‘§πŸ»❌️

πŸ‘§πŸ»❌️: perempuan yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, kakek sahih).
πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, nenek sahih).
πŸ‘¨πŸ»✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah).
πŸ‘©πŸ»‍🦰✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu).
πŸ§”πŸ»✅️: laki-laki yang masih hidup (ahli waris, paman).

5. Kakek

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✅️ — πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️
              |
       πŸ‘¨πŸ»✖️ —πŸ‘©πŸ»✖️
                     |
               πŸ‘§πŸ»❌️

πŸ‘§πŸ»❌️: perempuan yang meninggal (pewaris).
πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, nenek pewaris).
πŸ‘¨πŸ»✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah pewaris).
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu pewaris).
πŸ‘¨πŸ»‍🦳✅️: laki-laki yang masih hidup (ahli waris, kakek pewaris).

Menurut hubungan darah dari golongan perempuan meliputi:

1. Ibu

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️ — πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️
           /   \
πŸ‘©πŸ»✖️    πŸ‘¦πŸ»❌️

πŸ‘¦πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah)
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, saudara perempuan).
πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️: perempuan yang masih hidup (ahli waris, ibu).

2. Anak perempuan

πŸ‘¨πŸ»‍🦳❌️ — πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️
           /   \
πŸ‘©πŸ»✅️    πŸ‘¦πŸ»✖️

πŸ‘¨πŸ»‍🦳❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, istri).
πŸ‘¦πŸ»✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, saudara laki-laki)
πŸ‘©πŸ»✅️: perempuan yang masih hidup (ahli waris, anak perempuan).

3. Saudara perempuan

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️ — πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️
           /   \
πŸ‘©πŸ»✅️    πŸ‘¦πŸ»❌️

πŸ‘¦πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah).
πŸ‘©πŸ»‍🦳✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu)
πŸ‘©πŸ»✅️: perempuan yang masih hidup (ahli waris, saudara perempuan).

4. Nenek

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️ — πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️
              |
       πŸ‘©πŸ»✖️ —πŸ‘¨πŸ»✖️
                     |
               πŸ§’πŸ»❌️

πŸ§’πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»‍🦳✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, kakek).
πŸ‘©πŸ»✖️: perempuan yang sudah meninggal (ahli waris, ibu)
πŸ‘¨πŸ»✖️: laki-laki yang sudah meninggal (ahli waris, ayah)
πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️: perempuan yang masih hidup (ahli waris, nenek).

Menurut hubungan perkawinan:

1. Duda

πŸ‘¨πŸ»✅️ — πŸ‘©πŸ»❌️

πŸ‘©πŸ»❌️: istri, yang meninggal (pewaris).
πŸ‘¨πŸ»✅️: suami/duda yang masih hidup (ahli waris).

2. Janda

πŸ‘¨πŸ»❌️ — πŸ‘©πŸ»✅️

πŸ‘¨πŸ»❌️: laki-laki yang meninggal (pewaris).
πŸ‘©πŸ»✅️: perempuan yang masih hidup (ahli waris, istri/janda).

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. Ahli waris ini tidak dapat dimahjub atau dihalangi untuk memperoleh harta warisan dari pewaris oleh ahli waris siapapun, kecuali jika mereka terbukti melanggar pasal 173 KHI.

Pasal 173 KHI:
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
  • a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
  • b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.


C. Sistem Penggolongan Ahli Waris Menurut KUHPerdata

Kedudukan ahli waris menurut hukum perdata, terbagi atas empat golongan, yakni:

1. Golongan I (pertama), meliputi: 

  • a. Anak-anak dan keturunannya (pasal 852 KUHPerdata).
  • b. Suami atau istri/duda atau janda (pasal 852 huruf a KUHPerdata).

Analogi golongan I:

πŸ‘¨πŸ»‍🦳❌️——————πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️
          /         |         \
πŸ§”πŸ»✅️     πŸ‘©πŸ»‍🦱✅️     πŸ‘¨πŸ»✖️—πŸ‘©πŸ»πŸš«
                                             |
                                       πŸ‘§πŸ»✅️
❌️: pewaris
✅️: ahli waris yang masih hidup
✖️: ahli waris tapi sudah meninggal
🚫: bukan ahli waris

Maka ahli waris yang mendapat harta warisan adalah:

  1. πŸ‘©πŸ»‍🦳: istri
  2. πŸ§”πŸ»: anak
  3. πŸ‘©πŸ»‍🦱: anak
  4. πŸ‘§πŸ»: cucu

2. Golongan II (kedua), meliputi:

  • a. Ayah dan ibu (pasal 854 KUHPerdata).
  • b. Sudara-saudara dan keturunannya (pasal 854 KUHPerdata).

Analogi golongan II:

πŸ‘¨πŸ»‍🦳✅️——————πŸ‘©πŸ»‍🦳✅️
          /         |         \
πŸ§”πŸ»❌️     πŸ‘©πŸ»‍🦱✅️     πŸ‘¨πŸ»✖️—πŸ‘©πŸ»πŸš«
                                             |
                                       πŸ‘§πŸ»✅️
❌️: pewaris
✅️: ahli waris yang masih hidup
✖️: ahli waris tapi sudah meninggal
🚫: bukan ahli waris

Maka ahli waris yang mendapat harta warisan adalah:

  1. πŸ‘¨πŸ»‍🦳: ayah
  2. πŸ‘©πŸ»‍🦳: ibu
  3. πŸ‘©πŸ»‍🦱: saudara
  4. πŸ‘§πŸ»: keponakan

3. Golongan III (ketiga), meliputi:

  • a. Kakek dan nenek, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu (pasal 853 KUHPerdata).
  • b. Orang tua kakek dan nenek dan seterusnya ke atas (pasal 853 KUHPerdata).

4. Golongan IV (keempat), meliputi:

  • a. Paman dan bibi beserta keturunannya baik dari pihak ayah maupun pihak ibu (pasal 858 KUHPerdata).
  • b. Saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajat keenam dihitung dari si pewaris (pasal 858 KUHPerdata).

Sistem kewarisan menurut KUHPerdata adalah berikut:

  1. Perbandingan bagian masing-masing ahli waris adalah satu berbanding satu (1:1) baik laki-laki maupun perempuan.
  2. Kalau tidak ada keempat golongan tersebut, maka harta warisan diserahkan kepada negara.
  3. Golongan yang terdahulu menghijab/menghalangi golongan berikutnya. Artinya jika ada ahli waris golongan pertama (I), maka ahli waris golongan II, III, dan IV terhalang untuk menjadi ahli waris (tidak mendapat harta warisan).
  4. Jika golongan I tidak ada, maka golongan II yang mewarisi, golongan III dan IV tidak mewarisi. Tetapi golongan III dan IV mungkin dapat mewarisi bersama-sama kalau mereka berlainan garis keturunan.
  5. Dalam golongan I termasuk anak-anak sah maupun luar kawin yang diakui sah dengan tidak membedakan laki-laki/perempuan dan perbedaan umur.
  6. Apabila si pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami/istri, juga tidak ada saudara, maka dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 859 KUHPerdata, warisan harus dibagi dalam dua bagian yang sama. Satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis ayah lurus ke atas, dan satu bagian lagi untuk keluarga yang sama dalam garis ibu (pasal 853 KUHPerdata).⁶

Sebagai penjelasan: Apabila ahli waris golongan I dan II tidak ada, maka yang mewarisi ialah golongan III dan/atau golongan IV. Dalam hal kasus ini, harta warisan dibagi dua dan sama besarnya yang disebut dengan kloving (bahasa Belanda). Bagian tersebut ialah setengah (½) untuk keluarga garis keturunan ayah dan setengah (½) lainnya untuk keluarga garis keturunan ibu. Kewarisan bilateral yang terjadi adalah bagian mereka sama, baik dari keturunan garis laki-laki maupun perempuan. Kekhususan dalam sistem pembagian harta warisan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah menyamakan bagian para ahli waris yang sederajat, baik laki-laki maupun perempuan.⁷

Supardin, "Fikih Mawaris & Hukum Kewarisan (Studi Analisis Perbandingan)", Gowa: Pusaka Almaida, 2020, hlm. 58.
Supardin, "Fikih Mawaris & Hukum Kewarisan (Studi Analisis Perbandingan)", Gowa: Pusaka Almaida, 2020, hlm. 58-59.


Daftar Isi

  1. Penggolongan Ahli Waris - Dr. H. Supardin, M.H.I. Part 1
  2. Penggolongan Ahli Waris - Dr. H. Supardin, M.H.I. Part 2
  3. Penggolongan Ahli Waris - Dr. H. Supardin, M.H.I. Versi Lengkap


Dr. H. Supardin, M.H.I. adalah dosen Universitas Islam Negeri Alauddin, Gowa, Sulawesi Selatan. Mengajar di Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin.

Komentar