Ketika hang out bareng kawan lama, ketika sedang nobar Maroko versus Spanyol, kita cerita banyak hal, salah satunya adalah tentang pemilihan 2024. Bagi saya, kandidat-kandidat capres belum ada yang terlalu memikat. Lantas, kawan saya meminjamkan bukunya, tentang strategi dan pandangan Prabowo Subianto mengenai Indonesia (Paradoks Indonesia). Menarik. Mari membedah isi bukunya.
Buku ini membahas mengenai pemahaman-pemahaman dan gagasan-gagasan Prabowo, disertai data yang cukup kredibel. Mayoritas isinya membahas mengenai perekonomian di Indonesia. Buku ini diedarkan pada tahun 2017, ditulis oleh Prabowo dan juga dibantu oleh Timnya (Gerindra). Banyak data menarik yang belum saya ketahui sebelumnya.
- Membangun Kesadaran Nasional
- Kekayaan Indonesia Mengalir ke Luar
- Demokrasi Indonesia Dikuasai Pemodal Besar
- Mencegah Tragedi Indonesia (Strategi Prabowo)
- Menjawab Tantangan Sejarah
2. Kekayaan Indonesia Mengalir Ke Luar
Memasuki Bab kedua, pertama Prabowo membahas tentang kekayaan kita untuk siapa? Ini part menarik, karena ada fakta yang belum saya ketahui. Di sini dibahas tentang taksiran keuntungan Belanda yang telah menjajah Indonesia pada periode 1878-1941 (63 tahun). Taksiran tersebut berasal dari penelitian yang dilakukan Chulalongkorn University (Bangkok) pada tahun 2012 dengan membuka catatan resmi Pemerintahan Belanda (1878-1941) sebagai data primernya.
Dari penelitian tersebut, ditemukan taksiran total keuntungan Belanda selama 63 tahun, yakni: Rp. 66.599 triliun (dikonversikan pada tahun 2017). Jika dirata-rata, Indonesia memiliki keuntungan dari hasil alam dan sebagainya pada masa penjajahan sebesar Rp. 1.057 triliun per tahun.
Tujuan data penelitian tersebut adalah untuk membuka mata rakyat Indonesia, bahwa negara ini tuh kaya. Sangat kaya. Tapi kenapa rakyat masih miskin? Menurut Prabowo, hingga sekarang (ketika buku ini ditulis) kekayaan Republik Indonesia masih mengalir ke luar negeri. Pernyataan Prabowo didukung dengan Menteri Keuangan, yang mengatakan: pada Agustus 2016 ada 11.400 triliun uang milik pengusaha dan perusahaan Indonesia yang parkir di luar negeri (dari tahun 1997-2014). Hal ini karena pengusaha tidak melaporkan kepada negara mengenai adanya ekspor. Karena jumlahnya yang keterlaluan, Prabowo memberikan istilah fenomena ini dengan nama "net outflow of national wealth".
Kekayaan negara ke luar negeri (capital outflow) menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi (jurnal Kristopel Tambunan & Syarief Fauzi). Jika nilai rupiah menurun, akan menyebabkan beberapa hal, seperti: inflasi, kegiatan ekspor menurun, pendapatan negara menyusut, banyak pegawai perusahaan diphk, dan dapat menjerumus menuju resesi.
Analogi yang digunakan Prabowo, uang bagi negara ibarat darah bagi manusia. Apabila aliran darah dalam tubuh manusia lancar, maka manusia itu sehat. Tapi, apabila darah terus keluar, manusia itu akan mati. Begitu juga dengan uang negara yang apabila terus-menerus keluar, maka negara akan collapse.¹²
¹² Prabowo, Paradoks Indonesia..., hlm. 37.
Aset perbankan Indonesia sangat kecil, dibandingkan dengan aset perbankan Singapura. Sebagai contoh Bank Mandiri, sebagai perbankan yang memiliki aset terbanyak di Indonesia, hanya memiliki aset $60 miliar, sedangkan DBS asetnya $318 miliar, OCBC $268 miliar, dan UOB $225 miliar.¹³
Masyarakat Indonesia dibentuk menjadi masyarakat konsumsi, alih-alih sebagai produsen. Padahal, menjadi produsen dapat menambah pendapatan negara. Analogi yang Prabowo gunakan adalah mobil. Di tahun 2015, masyarakat Indonesia membeli 1 juta mobil dengan merek asing. Andaikan per-mobil keuntungan bersihnya adalah Rp. 10 juta, maka pada 2015 keuntungan yang bisa diperoleh oleh negara (selaku produsen) adalah Rp. 10 triliun.¹⁴
![]() |
Sumber: www.idnfinancials.com |
Sebagai contoh adalah PT. Astra International Tbk, yang pada 2016 diketahui mendapatkan pendapatan Rp. 170 triliun per-tahun ($13,2 miliar/tahun)¹⁵. Tetapi, saham mayoritas PT. Astra International Tbk dimiliki oleh Jardine Cycle & Carriage Ltd (perusahaan Inggris, Jardine Matheson).¹⁶ Bagi Prabowo, mindset ini harus diubah. Indonesia harus memulai langkah baru untuk menjadi negara produsen, bukan konsumen.
¹³ Prabowo, Paradoks Indonesia..., hlm. 37.¹⁴ Ibid., hlm. 52.¹⁵ Ibid.¹⁶ www.idnfinancials.com/id/asii/pt-astra-international-tbk, diakses pada tanggal 9 Mei 2023.
Dari segi pertanian, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2015 terdapat 37 juta penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai petani. Tetapi terdapat 28 juta petani yang tidak memiliki lahan sendiri. Sekitar 75% dari 37 petani, bercocok tanam di lahan orang lain. Bagi Prabowo ini adalah ketidakadilan ekonomi yang sudah terlalu parah.¹⁷
Dalam keterkaitan dengan pangan, pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014 menyatakan bahwa 46% pengeluaran rata-rata per kapita masyarakat Indonesia adalah untuk membeli makanan. Maka kenaikan harga pangan dapat membuat banyak orang jatuh miskin. Sehingga, menjaga kestabilan harga pangan adalah prioritas Pemerintah.¹⁸
Pemerataan di Indonesia juga tidak efektif. Ekonomi Indonesia masih berpusat di Jawa terutama di Jakarta. Bagi Prabowo, konsentrasi ekonomi yang tidak merara ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Sebagai contoh, terbatasnya listrik dan Internet di daerah Sulawesi Utara dapat mengakibatkan kemunduran berpikir warga masyarakatnya.
Juga soal gizi yang berada di Nusa Tenggara Timur, yang berdasarkan dari data Bank Dunia Indonesia Economic Quarterly October 2016 menyatakan bahwa dua dari tiga anak mengalami stunting atau gagal tumbuh karena malnutrisi, yang berakibat pada ketidaksamaan kesempatan bersaing.¹⁹ Konsumsi buah Indonesia terendah di Asia dengan angka 35 kg per kapita. Sedangkan angka standarnya sebesar 91 kg. Dua kali lebih di bawah standarnya.
¹⁷ Prabowo, Paradoks Indonesia..., hlm. 54.¹⁸ Ibid., hlm. 55.¹⁹ Ibid., hlm. 56.²⁰ Fakultas Kedokteran UI, 2016.
Kualitas sumber daya manusia 40% dari angkatan kerja adalah lulusan Sekolah Dasar. Jika diangka-kan, sekitar 50 juta orang pekerja (masyarakat Indonesia) berasal dari lulusan Sekolah Dasar. 21 juta lainnya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dan 11,1 juta berasal dari sarjana. Sumber ini di dapat Prabowo dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2016. Fenomena ini disebabkan karena 60% lulusan Sekolah Dasar tak dapat melanjutkan sekolah (putus sekolah) yang dikarenakan kekurangan jumlah ruang kelas dan guru SMP (data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016).²⁰
Ketimpangan sebagaimana yang dijelaskan di atas dapat memicu konflik sosial, sebagaimana sejarah mengajarkan demikian. Niall Ferguson pada bukunya: "The Great Degenaration", ketika ia mewawancarai pelaku-pelaku ekonomi (CEO) dari perusahaan-perusahaan besar di dunia tentang ancaman ekonomi negara berkembang, mayoritas pelaku ekonomi tersebut menjawab, bahwa ancaman ekonomi negara berkembang adalah: inflasi, korupsi, radikalisasi, pecahnya investasi aset, bencana alam, dan epidemi penyakit.
Niall juga bertanya terhadap pelaku-pelaku sejarah, apa ancaman untuk negara berkembang. Mereka menjawab, huru-hara, revolusi, dan perang saudara adalah ancaman besar. Sebagai contoh adalah Arab Spring.²¹
²⁰ Prabowo, Paradoks Indonesia..., hlm. 60.²¹ Ibid., hlm. 58-59.
3. Demokrasi Indonesia Dikuasai Pemodal Besar
Pada topik "Uang Yang Maha Kuasa", Prabowo, selaku pimpinan partai, blak-blakan tentang proses penjaringan calon pemimpin. Semua partai, termasuk Gerindra, kata Prabowo, dalam proses penjaringannya, yang ditanyakan bukan tentang asal sekolah, lulusan apa, pengabdian pada negara bagaimana. Melainkan "uangmu berapa?" Bagi Prabowo, ini buruk untuk bangsa (walau partainya mengimplementasikan demikian juga). Jika demokrasi Indonesia menganut demokrasi liberal, negara ini akan dalam keadaan berbahaya.²²
²² Ibid., hlm. 66-67.
![]() |
Sumber: Gerindra |
Tim Prabowo mengutarakan biaya kampanye dengan taksiran yang mereka buat sebagaimana ada pada tabel di atas. Maka, untuk menguasai seluruh Indonesia, pemodal membutuhkan uang Rp. 46 triliun 380 miliar.²³
²³ Ibid., hlm. 68.