Buku: Mohammad Hatta "Alam Pikiran Yunani" - Part 2: Filosofi Alam - Thales & Anaximandros

Tidak ada komentar

Buku: Mohammad Hatta "Alam Pikiran Yunani"

Awal mulanya, filosofi Yunani tidak lahir di Yunani, melainkan di Asia Minor², di daerah perantauan bangsa Yunani. Faktor geografis membuat bangsa Yunani terpaksa merantau ke luar daerah, terutama ke Asia Minor. Di Yunani sendiri tanahnya kurang subur, berbukit-bukit, dan penuh dengan teluk yang menjorok jauh ke dalam daratan.

² Asia Minor adalah istilah geografis yang merujuk pada bagian barat daya Asia yang sekarang menjadi bagian dari Turki. Daerah ini dikenal sebagai Anatolia dan merupakan salah satu wilayah yang paling kaya dalam sejarah dan arkeologi. Asia Minor telah menjadi rumah bagi banyak peradaban kuno, termasuk bangsa Hittite, Lydian, Phrygian, dan Romawi, serta memainkan peran penting dalam perkembangan budaya dan sejarah Eropa dan Asia.


I. Filosofi Alam

Hampir seluruh perantau Yunani menjadi seorang saudagar. Di samping mencari nafkah, kemakmuran tersebut memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan seni dan pikirannya. Maka lahirlah literatur dan filosofi Yunani di daerah perantauan, terutama di kota Miletos di Asia Minor. Puncaknya pada abad ke-6 SM, di mana filsuf-filsuf Yunani pertama, seperti: Thales, Anaximandros, dan Anaximenes muncul. Mereka disebut sebagai filsuf alam karena pusat pemikiran mereka mengenai asal mula alam semesta.


1. Thales

Tidak diketahui pasti tanggal kelahiran Thales. Banyak orang menyebut masa hidupnya dari tahun 625-545 SM. Thales adalah salah satu dari tujuh orang bijak yang terkenal dalam cerita-cerita lama Yunani—enam lainnya adalah Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos, dan Kleobulos. Menurut cerita, Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke Mesir. Ia juga seorang ahli politik yang terkenal di Miletos.

Thales juga mempelajari matematika (ilmu pasti) dan astronomi (ilmu bintang). Ada cerita yang mengatakan bahwa Thales menggunakan kepintarannya untuk menjadi seorang peramal (ahli-nujum). Pernah dia meramalkan akan datangnya gerhana matahari. Dan benar saja gerhana matahari terjadi di tahun 585 SM. Hal itu menunjukkan bahwa Thales mengetahui matematika Babilonia yang terkenal.

Meskipun dianggap sebagai bapak filsafat Yunani, Thales tak pernah menulis. Filsafatnya diajarkan secara lisan, dan dikembangkan oleh murid-muridnya secara lisan juga. Baru, kemudian, Aristoteles yang menuliskannya.

Menurut keterangan dari Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales adalah "semuanya itu air". Air adalah sumber dan dasar segala sesuatu. Semua berasal dari air dan kembali ke air. Dan dalam menjawab pertanyaan tentang asal mula alam, Thales menggunakan akalnya, bukan dengan takhyul atau kepercayaan umum pada zamannya.

Berdasarkan pengalaman sehari-hari, Thales menyimpulkan bahwa air adalah sumber kehidupan. Sebagai contoh di Mesir: Thales melihat bahwa kehidupan rakyat Mesir sangat bergantung pada sungai Nil. Siapa yang dapat menyuburkan tanah kalau bukan karena sungai Nil, sehingga Mesir dapat didiami manusia.

Sebagai seorang pelaut, Thales juga mengagumi laut. Menurutnya, laut dapat memusnahkan dan dapat menghidupkan. Laut dapat menyebarkan benih ke seluruh dunia, yang—kemudian—menjadi dasar kehidupan.

"Laut menumbangkan pohon. Bibit dan buah pohon itu terhanyut dan laut membawanya ke pantai—tanah—lain. Bibit dan buah itu tumbuh dan menjadi pohon jenis baru di sana."

Air—yang tidak bekeputusan itu—berpengaruh besar atas pikiran dan pandangan Thales tentang alam, setelah apa yang ia alami dalam pengalamannya. Maka, bagi Thales, air adalah unsur utama alam.

"Semuanya ini air" = "semuanya itu satu"

Selain menganggap air itu adalah penyebab utama segala yang ada, Thales juga menganggap bahwa air adalah penyebab akhir segala yang telah ada. "Air adalah asal dan akhir segala sesuatu." Air adalah substrat (bingkai) dan substansi (isi) alam.

Thales adalah revolusioner. Ketika mayoritas masyarakat Miletos masih dipenuhi pandangan takhyul, Thales muncul dengan pikirannya tentang segala sesuatu, segala yang ada, itu berasal dari satu unsur (air). Thales membuka pemahaman baru tentang alam dan membebaskan akal dari belenggu takhyul dan dongeng.

Bagi Thales, tidak ada perbedaan antara "hidup" dan "mati", karena semuanya satu. Thales memiliki kepercayaan animisme. Ia percaya bahwa semua benda memiliki jiwa. Benda-benda bisa berubah, bergerak, muncul, dan hilang karena kodrat mereka sendiri.

Demikian filosofi pertama Yunani, bahwa semuanya berasal dari air dan kembali ke air.

Ilustrasi Thales:

Ilustrasi Thales


2. Anaximandros atau Anaximander

Anaximandros adalah murid Thales, yang berusia lima belas tahun lebih muda dari Thales, tetapi meninggal dua tahun lebih dulu (610-547 SM). Sebagai filsuf, ia lebih hebat dari Thales. Ia menguasai astronomi dan geografi.

Anaximandros menulis pemikirannya dengan jelas, sehingga karya-karyanya dianggap sebagai buku filosofi tertua. Seperti Thales, Anaximandros mencari "asal segala sesuatu". Ia tak menerima begitu saja ajaran Thales. Ia sepakat jika asal segala sesuatu itu satu, tetapi bukan air, melainkan sesuatu yang tak terbatas dan selalu bekerja tanpa henti. "Karena kejadian ini tak terbatas, maka asalnya juga harus tak berkeputusan³."

³ Maksudnya adalah: Anaximandros berpendapat bahwa asal dari segala sesuatu itu mestinya adalah sesuatu yang tidak terbatas dan terus-menerus aktif. Mengapa demikian, karena alam semesta ini tidak terbatas, maka sumbernya juga harus tidak terbatas, tak terdefinisikan dan selalu bergerak.


Anaximandros menyebut asal dari alam semesta dengan istilah "Apeiron". Apeiron tak bisa digambarkan dan tak mirip dengan apapun yang terlihat di dunia ini. Karena, menurut Anaximandros, semua yang terlihat dan dapat dirasakan dengan pancaindra, memiliki akhir dan terbatas. Oleh karena itu, Anaximandros menekankan bahwa asal mula yang tidak terbatas dan tanpa akhir, mestinya tak berasal dari benda yang memiliki akhir. Apa yang dimaksud dengan konsep Apeiron adalah "yang tak terbatas" dan "yang tak terdefinisikan".

Segala yang terlihat dan dirasakan akan dibatasi oleh lawannya: yang panas dibatasi oleh yang dingin, yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang dibatasi oleh yang gelap. Semua yang memiliki batasan tak bisa memberi sifat kepada yang tidak terbatas.

Segala yang terlihat dan dirasakan akan memiliki akhir. Mereka muncul, hidup, mati, dan lenyap. Segala yang memiliki akhir terus-menerus berubah, dari satu bentuk ke bentuk lain: yang cair menjadi beku dan sebaliknya, yang panas menjadi dingin dan sebaliknya. Semuanya berasal dari Apeiron dan kembali ke Apeiron.

Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya, bumi sepenuhnya tertutup air. Sehingga makhluk pertama yang muncul adalah hewan air. Mulanya hewan darat mirip seperti ikan. Lalu mereka berevolusi dan berbentuk seperti yang sekarang.

Anaximandros juga berpendapat bahwa manusia pertama kali berasal dari hewan yang menyerupai ikan. Ia melihat bahwa bayi yang baru lahir memerlukan bantuan bertahun-tahun (tak berdaya), tak bisa langsung mandiri. Sedangkan pada awal kehidupan makhluk harus bisa mandiri sejak lahir, seperti hewan yang menyerupai ikan.⁴

⁴ Tentang asal usul manusia. Anaximandros berpendapat bahwa manusia pertama berevolusi dari makhluk mirip ikan karena bentuk manusia sekarang tak dapat mandiri segera setelah lahir, memerlukan perawatan panjang. Pada awal kehidupan, makhluk harus mandiri seperti ikan. Agar tetap eksis atau tidak punah.


Anaximandros adalah pemikir jenius pada masanya. Dia menjelaskan isi pikirannya dengan metode berpikir yang teratur, seperti dengan metode ilmu pengetahuan sekarang—yang bekerja dengan alat pemikiran yang lebih sempurna.

Ilustrasi Anaximandros:

Ilustrasi Anaximandros


Daftar Isi:

Komentar