Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, baik hukum perdata maupun kompilasi hukum Islam, status perkawinan mempengaruhi bagaimana harta warisan dibagi setelah salah satu pasangan meninggal, termasuk dapat mempengaruhi bagian warisan yang diterima oleh ahli waris lainnya. Berikut beberapa status perkawinan yang berdampak pada hubungan hukum keluarga dan hukum waris:
A. Dampak Perkawinan terhadap Hak Waris
2. Pengaruh Kehadiran Suami/Istri dalam Perkawinan Kedua terhadap Hak Waris
Kehadiran suami atau istri dalam perkawinan kedua (atau selanjutnya; bisa yang ketiga atau keempat) sangat berdampak pada hak waris, terutama terkait pembagian dengan anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Suami/istri kedua memiliki hak untuk mendapatkan bagian warisan, tetapi hak ini tidak boleh mengabaikan kepentingan anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Selanjutnya, mengenai masalah ini akan dijelaskan berikut:
a. Hukum Perdata
Sumber hukum perdata yang mengatur mengenai perkawinan kedua ada di dalam Pasal 852a, yang menyatakan bahwa suami/istri dari perkawinan kedua (atau selanjutnya; bisa ketiga atau keempat) tidak dapat menerima warisan yang lebih besar dari bagian yang diterima oleh anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Artinya, jika pewaris di perkawinan sebelumnya memiliki anak, maka suami/istri dari perkawinan yang kedua tetap mendapatkan harta warisan, tetapi tidak lebih dari 1/4 harta warisan dan tidak boleh mewarisi lebih dari bagian terkecil yang diterima oleh salah satu anak dari perkawinan sebelumnya. Apabila pewaris di perkawinan sebelumnya tidak memilki anak, maka suami/istri kedua bisa mendapatkan setengah (1/2) harta warisan pewaris (dalam konteks pewaris memiliki saudara kandung atau orang tua: baca kembali Bab A angka 1).
- Contoh kasus di perkawinan pertama memiliki dua orang anak
- Luna adalah istri Aiman (pewaris) dari perkawinannya yang kedua. Di perkawinan yang pertama Aiman memiliki anak bernama Shania dan Jacob. Aiman meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan senilai 1 miliar. Maka, cara menghitung hak waris Luna adalah 1.000.000.000 dikalikan 1/4, karena Luna tak boleh mendapatkan warisan lebih dari 1/4 (Pasal 852a KUHPerdata). Maka, diketahui harta yang di dapat Luna adalah 250 juta. Harta warisan Aiman tersisa 750 juta. 750 tersebut dibagikan kepada anak Aiman dari perkawinan pertama, yakni 750 dikali 1/2. Maka, Shania dan Jacob masing-masing mendapatkan harta warisan sebesar 375 juta.
- Contoh kasus di perkawinan pertama memiliki dua orang anak dan di perkawinan kedua satu orang anak
- Sandra adalah istri Jayadi (pewaris) dari perkawinan kedua. Mereka dikaruniai seorang anak bernama Denis. Di perkawinan sebelumnya Jayadi memiliki dua orang anak. Namanya Ratna dan Ganta. Jayadi meninggal dengan meninggalkan harta warisan sebanyak 1 miliar. Maka, cara menghitung hak waris Sandra adalah 1.000.000.000 dikali 1/4, yakni 250 juta. Maka, hak waris yang diperoleh Sandra sebanyak 250 juta. Sisa 750 juta dibagi kepada tiga orang anak Jayadi (Ratna, Ganta, dan Denis) yang masing-masing mendapat 250 juta (dari 750 juta dibagi 3). Hak waris anak dari perkawinan pertama dan kedua adalah sama, tak ada perbedaan, karena statusnya adalah sama, yakni anak sah Jayadi. Sedangkan hak waris Sandra juga sah (250 juta), karena tak lebih dari bagian terkecil hak waris anak-anak Jayadi (250 juta juga).
- Contoh kasus harta bersama di perkawinan kedua dan di perkawinan pertama memiliki dua orang anak
- Indah adalah istri Parman (pewaris) dari perkawinan kedua. Di perkawinan pertama Parman memiliki dua orang anak yang bernama Ijat dan Dila. Antara Indah dan Parman, mereka berdua memiliki harta bersama 2 miliar. Sedangkan harta pribadi yang dimiliki Parman sebelum kawin dengan Indah adalah 500 juta. Maka total harta Parman adalah 2.5 miliar. Sebelum menentukan total harta warisan yang akan dibagikan ke ahli waris, dipisahkan terlebih dulu harta bersama, yakni dengan uang 2 miliar (dari harta bersama setelah kawin kedua) dibagi dua. Maka, telah diketahui bahwa harta bersama milik Indah adalah 1 miliar, dan 1 miliar sisanya menjadi harta warisan. Maka, harta warisan yang dimiliki Parman sebesar 1.5 miliar (500 juta dari harta pribadi Parman sebelum kawin kedua, dan 1 miliar dari harta warisan setelah kawin kedua). Lalu Indah mendapat harta warisan dari Parman sebesar 1.5 miliar dibagi 4, yakni 375 juta. Tersisa 1,125 miliar untuk Ijat dan Dila, yang kemudian masing-masing dari mereka mendapat warisan sebesar 562.5 juta. Maka, total harta yang dimiliki Indah adalah 1,375 miliar (1 miliar dari harta bersama, 375 dari harta warisan).
Sumber Hukum Harta Bersama KUHPerdata:
- Pasal 119 KUHPerdata: Sejak dimulainya perkawinan, secara otomatis terjadi percampuran harta antara suami dan istri (kecuali ada perjanjian perkawinan yang menyatakan lain). Selama perkawinan, harta bersama tersebut tidak dapat dihapus atau diubah melalui kesepakatan antara suami dan istri (tidak bisa hanya dengan kesepakatan mereka saja, perlu mengikuti aturan hukum yang berlaku).
Maksudnya:
Jika suami dan istri ingin mengubah atau menghapus harta bersama, mereka harus mengikuti prosedur dan aturan hukum, seperti melalui pengadilan atau perjanjian yang sah di hadapan notaris. Jadi, mereka tidak bisa membuat keputusan sendiri tanpa melibatkan hukum.
- Pasal 126 KUHPerdata: Pencampuran harta (harta bersama) akan berakhir dengan adanya perceraian, pemisahan meja dan ranjang, atau perjanjian lainnya yang disepakati oleh suami dan istri.
Keterangan:
Pemisahan meja dan ranjang (dalam istilah Belanda disebut scheiding van tafel en bed) adalah istilah hukum dalam KUHPerdata yang merujuk pada situasi di mana pasangan suami istri secara resmi masih terikat dalam perkawinan, tetapi secara fisik dan ekonomi mereka dipisahkan. Artinya, mereka tidak lagi hidup bersama sebagai suami istri dalam satu rumah (meja dan ranjang terpisah), namun belum secara formal bercerai.- Pasal 128 KUHPerdata: Setelah berakhirnya percampuran harta, harta bersama harus dibagi di antara suami dan istri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Kompilasi Hukum Islam
- Tidak ada pengaruh status istri pertama atau kedua terhadap hak waris
- Selama mereka masih istri sah secara hukum, masing-masing memiliki hak yang sama dalam pembagian warisan. Sesuai dengan Pasal 176 KHI, 1/4 jika tidak ada anak, 1/8 jika ada anak.
- Contoh:
- Rudi meninggal dunia. Ia memiliki tiga orang istri. Pada istri yang ketiga, mereka memiliki seorang anak. Bagian warisan untuk masing-masing istri adalah 1/24 dari total harta waris Rudi (1/8, karena memiliki anak, kali 3, karena 3 istri).
- Hak waris anak dari istri-istri dalam poligami
- Tidak ada pengaruh status anak (baik anak dari istri pertama, maupun keempat) dalam hal warisan. Semua anak dari istri-istri poligami berhak atas bagian warisan sesuai dengan aturan dua bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan (Pasal 176 KHI).
Sumber Hukum Perkawinan Kedua KHI:
- Pasal 55 KHI: Beristri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat istri. Dengan syarat mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya.
- Pasal 57 KHI: Pengadilan Agama hanya akan mengizinkan suami beristri lebih dari satu jika terpenuhi salah satu dari tiga alasan berikut:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
- Pasal 58 KHI: Suami memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya secara adil.
3. Pengaruh Kehadiran Suami/Istri dari Perkawinan tidak sah terhadap Hak Waris
Seorang suami/istri dari perkawinan tidak sah, tidak berhak menjadi ahli waris dari kekayaan yang ditinggalkan oleh suami/istrinya yang meninggal dunia.¹
¹ Cynthia Phillo & Mella Ismelina FR, "Kedudukan Seorang Istri Sebagai Ahli Waris yang Pernikahannya Didaftarkan setelah Suami Meninggal Dunia", Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Volume 23, Nomor 3, Oktober 2023, hlm. 2564. * Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang seagama (Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan/UU Perkawinan), dan dicatat di Kantor Urusan Agama maupun di Kantor Catatan Sipil (Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan).